Sunday 27 November 2016

Start from 2821 asl

Padahal hidup aku selama ini di Kota Malang dikeliling gunung. Ada Arjuno, Panderman, Semeru, Butak, dan lainnya. Tapi rasanya untuk mendaki salah satu dari gunung itu aku harus menumpuk mimpi-mimpi dahulu, tahun demi tahun, sedikit demi sedikit, sampai menjadi bukit, untuk menggapai pos pertama. Baru pos pertama. Kasian nggak?

"Git ngomong apaaa siiih? Gak terkopi! Muluk bangeut!"

Simpelnya, aku selama ini sungguh ingin naik gunung. Namun sebagai anak introvert yang selalu terlambat dalam banyak hal aku ga punya teman untuk mendaki. Makanya ga naik-naik. Teman itu baru ada Sabtu lalu, tanggal 14 di bulan basah Oktober (i know its kinda late post...). Hari dan tanggal yang bersejarah, aku ga mungkin lupa sama tanggal itu, kawan mendakiku, tetangga tenda, dan awan-awan tipis di atas kota yang menyambut kami. Gunung pertama yang berjodoh denganku adalah Gunung Cikuray di Garut sana. Orang yang mengajakku adalah teman kerja seangkatanku, namanya Aby. Owoooooh LONG LIFE ABY!!! Satu lagi temen perjalanan yang diajakin namanya Adib, juga teman kerja seangkatanku.

Kami berangkat ke Garut dari terminal Kampung Rambutan, bertolak tepatnya sekitar pukul 12.30 dini hari. Banyak banget barengannya yang satu bus sama kami, meski kebanyakan tujuannya adalah Papandayan. Bus kami sampai di terminal Guntur sekitar jam 5 pagi. Meski termasuk cepat tapi ternyata kami kesiangan, kata mamangnya sih jam 4 pagi tadi udah banyak yang berangkat duluan. Untuk menuju Gunung Cikuray dari terminal Guntur kita perlu naik angkot 06 (kata internet) atau carter. Nah tapi sepanjang mata melihat sih ga nemu angkot 6, yang ada hanya pick up untuk carter itu.

Ngaplo nunggu barengan di Guntur

Satu pick up karena kami bertiga doang dibanderol seharga Rp250.000,00 kurang lebih. Kami kira itu pick up akan bawa kami sampai ke pos pertama yaitu Pemancar. Tapi ternyata nggak juga, karena beberapa meter sebelum sampai pemancar itu si pick up nyerah, alasannya kalau naik kurang beban jd melorot takutnya. Jadilah kami ditransfer ke pick up di depan kami. Kami dioper setelah melewati dua pos yang memungut biaya. Oiya di sepanjang perjalanan ini kami bertemu dua atau tiga pos gitu yang memungut biaya. Kurang paham untuk apa pemungutan biaya tersebut. Ada yang mematok harga, ada juga yang seikhlasnya.

Pick up operan yang menampung kami sudah terlebih dahulu berisi empat orang. Kami berkenalan, mereka ternyata pada masih kuliah di Cirebon sono. Namanya Sabi, Itoh. Yeni. dan Ucup. Kalau di geng aku akulah yang jalannya paling lama, nah di geng mereka si Ucup ini jagonya. Jagonya jalan paling lama. Hahahha.

Sakit deh naik pick up lewat jalan ini hahahaha
Begitu sampai di Pemancar jalur yang pertama kami harus lewati ada di antara kebun teh. Nanjaknya memang nggak terlalu, mungkin kemiringan jalan hanya berapa belas persen saja. Tapi panjaaang banget. Ini pendakian pertamaku, dan di jalur inilah aku tahu maknanya 'naik gunung itu capek...'. Aku baru jalan berapa meter rasanya udah nggak kuat. Aku pengen pulang. Hiks. Aku tahu mentalku pun kalah sudah. Tapi aku malu buat ngaku. Malu banget. Saat di darat aku super semangat, nah lantas baru berapa meter naik udah nyerah gitu? Aku tahu harusnya kalau capek itu nggak boleh diam aja. Tapi baru berapa meter gini loh, ntar mereka bingung lagi? Kaki aku pun sudah lemas dan gemetar gitu. (Jangan ditiru yah, kalau pas naik tuh capek bilang aja. Jangan bilang kuat tapi tiba-tiba mati kelelahan)
Akhirnya aku pura-pura minta ganti sepatu. Mayan deh istirahat sejenak. Dua menit yang berharga untuk meyakinkan pikiran sendiri...

"Git kudu semangat dong ini kan yang dipengen selama ini!"
"Gitttt ini baru awal looooh how can you stand above the cloud kalau di pucuk daun teh aja udah payahhhhh?"
"Git katanya mau Rinjani..."
"Gita semangaattttttttttttt!"
"Gitong semangaattttttttttttt!"
"Gentong semangaattttttttttttt!"
"Git katanya pengen lihat yang dia lihat..."

AHA!

Ternyata yang paling ampuh nyemangatin adalah saat teringat mimpiku sendiri. Hihihi. Begitulah yang terjadi saat itu. Setelah istirahat itu, aku berdiri dan terus berjalan mengikuti ritme kelompokku. Meski merasa amat lelah dan lambat, aku berusaha terus maju. Setelah pemberhentian itu kami tidak lagi bertiga, tapi jadi bertujuh dengan mahasiswa-mahasiswa Cirebon yang bareng pas di pick up. Yeayyy, ternyata makin banyak makin semangat.
Selama di perjalanan aku merasa senang banget karena aku bisa menyapa semua orang tanpa dijutekin. Aku juga diajak ngobrol sama banyak orang. Senyum ke semua orang tanpa dianggap aneh. Kalau di Jakarta kan nggak gitu :(

Ada yang lebih parah dari ini? Banyak kok hahaha

Setelah kebun teh, jalurnya hanya ada hutan dengan akar yang besar-besar. Bonus track cuma dikit, jalannya nanjak melulu. Kadang ada jalanan yang beda tingginya semeter, jadi kudu banget dipanjat. Tidak ada sumber air, oleh karena itu kita perlu membawa banyak persediaan air minum. Masing-masing orang bawa 3 atau 4 botol 1.5 liter sepertinja cukup.
Ada tujuh pos yang harus kita lewati menuju puncak. Kemarin sih kami bertujuh mendirikan tenda di pos 3, tepat setelah kami makan siang. Sebetulnya nggak pengen juga kemah di situ, pengennya yang deket aja gitu sama puncak. Tapi pas mau gas naik kok sepertinja turun kabut dan hujan ya? Pasti jalanan akan licin, juga jarak pandang juga terganggu. Kami pun memutuskan mendirikan tenda saja. Satu rombongan lagi pun ikut mendirikan tenda di sebelah kami, geng anak Cawang yang kayaknya pada satu RT gitu rumahnya. Aaaah sik deh punya tetangga.~

Geng Cawang pengen foto bareng 
Sore harinya hujan betulan turun deras. Kami menunggu sambil ngobrol panjangggggggggggggggg kemudian tidur ahahahah. Seru juga yah tidur di tenda terus di luar hujan! Bunyinya kaya hujan itu langsung turun ke kepala. Berkat hujan ternyata tetangga kami bertambah dua. Satu di samping tendaku dan satu lagi agak dekat dengan jalan.
Hujan baru benar-benar berhenti sekitar pukul 10 malaman. Alhamdulillah. Jadi kami bisa muncak nantinya. Tidur tenang dulu yeayyyy. 


Puncak Mendung 

Kami muncak berangkat jam 1 dini hari. Anggota yang ikut adalah Aku, Aby, Itoh, Adib, dan Ucup. Dua yang lain yaitu Sabi dan Yeni ternyata nggak bisa ikut lantaran si Yeni ini sakit dan si Sabi menjaganya.
Kami berjalan menuju puncak (kaya AFI-_-) selama 3 jam. Kami melewati makin banyak tenda setelah pos 5, makin dekat puncak. Bahkan ada yang kemah di puncaknya. Bukannya bahaya ya kemah di puncak? Aku sebagai pemula kurang paham sih apa bahayanya pentingnya. Kalau ada badai mungkin susah gitu menyelamatkan dirinya?
Kami sampai di puncak sekitar pukul 5 pagi (sejam ngopi dulu dan sholat di dekat pos 7). Sayangnya mendung, jadi aku kesepian. Dalam artian nggak ada awan-awan yang selama ini kubayangkan bakal bergelombang, menemaniku lihat matahari terbit. Yah sabar aja kali ya, kan puncak cuma bonus. Aku kudu bersyukur dulu karena bisa sampai sini jalan yang kulalu nggak mudah. ^__^ Yeyeyey puncak pertama~

Terkutuklah buat yang nyoretin!!! (btw ada seonggok Itoh berdiri di depannya :D)
Di puncak ada suatu bangunan entah apa. Di dalamnya banyak yang tidur di sana, di sekitarnya juga banyak. Tapi sedih lihat bangunan itu, banyak coretan ga penting bikin kotor mata, tentu saja peninggalan tangan-tangan jahil tak bertanggung jawab. Semoga ada perbaikan untuk bangunan tersebut.

Kami hanya sejam di puncak. Turun balik ke pos 3 hanya memakan waktu satu setengah jam, hihihi cepet juga yah. Sesampainya di tenda kami pun menyiapkan sarapan. Menunya nasi, ikan tuna asap, seblak kering, dan sop. Makanan pembukanya adalah indomie goreng hahaha~

Perjalanan turun baliknya lebih cepat, pada loncat-loncat hampir lari kenceng banget -_-. Kami sampai di Pemancar sekitar pukul setengah 2 siang. Untuk mencapai kembali terminal Guntur kami pakai pick up sewaan juga, tapi kali ini kami bareng dengan orang banyak karena pick up nggak mau jalan kalau nggak 17 orang. Begitulah, kami pun berpisah dengan geng anak Cirebon. Yaaahhh~

Thank you all
Sampai di terminal Guntur kita bisa mandi di kamar mandi umum kalau mau. Aku sih nggak hahaa. Tapi jangan lupa bahwa bus Prima Jasa arah Jakarta berangkat maksimum pukul 5 hingga 5.30 sore. Kalau ketinggalan repot loh~
Perjalanan balik ke Jakarta durasinya masih sama seperti saat berangkat, yaitu 5 sampai 6 jam. Aku dan Adib naik Prima Jasa yang bisa turun di Cawang. Sementara Aby naik sendiri yang turun di Lebak Bulus. Dari Cawang aku naik Taksi sampai kosan. Begitulah perjalananku ke Cikuray, gunung pertama yang memberi aku banyak hal baru.


P & K 
1. Gunung bukan tempat sampah. Tapi kok banyak sampah banget ya di Cikuray? Aku belum punya bandingan dengan gunung lain, tapi aku pun merasa Cikuray ini kotor sekali. Aku sungguh berharap para pendaki yang ke sana sadar bahwa apapun yang mereka bawa kemudian jadi sampah harus dan wajib hukumnya untuk dibawa turun. :( Ini tabiat yang sederhana sekali, tapi nggak banyak yang bisa melakukannya.

Contohlah abang-abang ganteng ini ya, sampah tuh dibawa turuuunnnn
2. Masih berkaitan dengan sampah, menurut Sabi sih meski setiap pendaki meski wajib membawa sampah turun sebaiknya untuk pengelola Wana Wisata Cikuray juga kudu ikut membantu menjaga kebersihan gunung. Kan ada biaya masuk tuh, coba deh dialokasikan sedikit untuk kebersihan~
3. Menurut info Sabi di Cikuray udah jadi mitos untuk jangan turun gunung di atas jam 7 malam. Doi bercerita pernah temannya turun jam 10 malam. Nah nyampenya jam 7 pagi. o_O Nyasar ga jelas gitu~ Padahal menurutku sih jalur yang dibuka cukup jelas. Yah believe it or not, kita cari amannya ajalah.
4. Aku senang banget bisa masak di gunung huahahahhahaa seru juga yaaah ternyata. Selama ini cuma bisa masak di dapur sih~~ Jangan lupa bawa Energen, menurutku makan minum Energen di gunung itu bisa lebih enak 100x lipat dari makan gratisan di daratan.
5. Jangan pernah ragu untuk nyapa saat di gunung, minimal sekedar memberi senyum saat mendaki. Kita hanya minoritas di antara pohon-pohon, hanya dengan sesama pendakilah kita bisa saling tolong dalam keadaan sulit dan senang.
6. Kalau kata Puput dan Edo (tetangga tenda yaitu anggota geng anak Cawang) rugi banget lu ke gunung ga dapet temen baru. Jadi kalau tetanggaan sama pendaki lain kenalan yang bener ya! Heuheuheu
7. Terima kasih bueratttt buat geng Cirebon dan geng Cawang, aku senang banget dapat temen baru seperti kalian: Itoh, Sabi, Ucup, Yeni, Edo, Puput, Ka Iren, Si Longor, dan Kaka Cawang lainnya yang 'ku tak tahu nama kalian hihii maaffffff. Semoga bangett banget ketemu lagi di gunung yang lain, dengan suasana yang masih hangat. Insha Allah.
8. Terima kasih makin berat buat kedua kawanku Aby dan Adib, yang paling sabar nungguin jalanku hihihihi :3 
9. Untukku pribadi, semoga Cikuray ini adalah awal dari perjalananku selanjutnya. Tambah semangat Gitaaaa!



OUR MOMENTS





 




  


Sunday 30 October 2016

Lembur Tak Sampai

#Jakarta mode: on:#

Ini hari Minggu, gua lagi di kosan. Depan laptop. Lagi kerja. Lembur, katakanlah demikian. Daripada harus ke kantor memang gua lebih pilih bawa pulang laptop sih.
Kemarin selama weekday juga gua udah pulang malam mulu, jam 11 atau jam 12an lah. Jadi selama seminggu eh apa dua minggu kemarin hidup gua kaya gitu. Ga banyak lihat manusia selain orang kantor. Bosan? Pastinja. Gua juga kehilangan waktu-waktu me-time gua untuk menggambar dan menulis

Sedih...Lelah jiwa...

Kerjaan gua itu hubungannya sama gambar gitu deh, gambar konstruksi kalau bahasa umumnya. Perangkat lunak yang sering gua pakai adalah AutoCad. Versi yang terpasang di laptop ini ada dua yaitu 2010 dan 2013. Biasanya sih gua lebih sering pakai 2010 karena lebih ringan jadi lancar gitu bisa kerjanya. Cuma gatau kenapa yah hari ini versi 2010 pas dibuka (belum juga diapa-apain) udah FATAL ERROR. &$*@&*(&^$*#(&!)$!!!!!

Baiklah, mungkin gua disuruh buka versi 2013. Cuma problemanya ya gitu, lemoooot bener versi ini. Semenit dua menit tiga puluh menit gua kerja, kok kayaknya lemotnya semakin menjadi yah Kayanya lebih lemot daripada pas ngerjain di kantor gitu loh -__- Asli deh.

Kemauan gua untuk lembur kayanya ga sejalan dengan laptop ini. Mungkin doi meski hanya mesin biasa tahu bahwa ini hari Minggu. Biasanya doi cuma duduk doang di atas meja, bukannya tetap dipekerjakan seperti hari biasa. Lembur gua bertepuk sebelah tangan, boi. -__-

#Jakarta mode: off:#


Catatan: Tulisan di atas diketik saat sedang nunggu AutoCad 2013-nya loading ga jelas. 

Thursday 20 October 2016

Thanks.

Saat ini aku merasa bukan rakyat Indonesia, tiba-tiba saja. Aku juga merasa nggak aman, insecure kata orang Inggris. 

"Ngapa gitu, Git?"

Karena aku nggak punya KTP. Aku takut tiba-tiba ada polisi razia ke kosan, lalu aku dikira TKW gelap yang menyamar menjadi aku. Polisi nggak bisa membuktikan aku warga negara asing, tapi juga nggak akan menganggapku orang Indonesia, sehingga keputusan mereka adalah aku dibuang ke negara tak bernama.

"Lah kamu juga kenapa Git ga punya KTP?"
"Hilang bro, karena dompetnya lenyap..."
"He serius duarius sagitarius?" 

Pada hari Sabtu aku jalan dengan dua kawanku, Tama dan Mas Jawa, ke Pasar Rumput. Kami dari Kuningan naik bus TransJakarta. Transit sekali di halte Halimun, kemudian naik bus yang ke Pasar Rumput turun langsung di depan pasar. Aku nggak belanja apa-apa, tujuanku jalan ini pun hanya mengantar Tama yang mencari tempat alat mandi di Pasar Rumput. Selama perjalanan aku ngga ada keluarin dompet sama sekali. Ngerogoh tas juga hanya sesekali.

Di pasar kami hanya sebentar saja karena barang yang dicari gak ada. Kami pun menyambung perjalanan ke Pasaraya Manggarai, yang ternyata juga ga menjual barang yang kami cari. Kami rencana mencari di Kota Kasablanka (Kokas) saja. Namun sebelum melanjutkan perjalanan dengan bus TransJakarta ke Kokas kami membeli minum lebih dahulu di toko swalayan pinggir jalan paling menyala se Indonesia. Aku nggak sebut nama tokonya, ntar doi makin laku lagi. Wkwkwkwk.

Saat akan membayar minuman itulah aku baru cari-cari dompetku untuk membayar. Kok ga ada yah? Kadang suka ga kelihatan sih lantaran warnanya hitam, suka terkamuflase gitu dengan warna dalam tasku yang juga hitam. Tapi euuuhhh... kali ini beneran ga ada, Boi! Kemanakah gerangan?

Aku panik. Aku sudah kehilangan nafsu untuk menemani Tama dan Mas Jawa ke Kokas. Kuputuskan pulang saja untuk mencari dompetku di kamar kos, meski pesimis. Kedua temanku itu yakin dompetku tertinggal di kamar kos, tapi aku nggak, karena aku ingat betul aku sudah taruh dompet itu di tas. Terbukti sih saat sampai kubongkar itu kamarku, penggeledahan kulakukan, meski dalam hati super ga yakin. Tapi memang hasilnya nihil. Sambil terus membaca QS. An-Nashr, aku mengingat-ingat dimana gerangan. Jatuhkah? Atau apa diambil orang? Tapi rasanya ga ada yang grepe-grepe...

Aku pasrah aja deh dengan hilangnya dompetku ini, meski sedih banget. Dompet aku itu warnanya hitam, lipat tiga, ada tempat receh, tempat kartu-kartu, dan tempat foto. Belinya pas aku kelas 9 SMP, berarti sekitar tahun 2007 lah ya. Waktu itu kubeli sekitar Rp70.000,00 atau Rp90.000,00 gitu lupa deh. Uang buat beli dompet itu kudapat dari Bapak aku yang habis menang isi TTS di koran Kompas. Beliau mau memberiku uang buat beli dompet karena itu TTS menangnya atas namaku. Hahaha.
Sudah banyak kulalui kenangan sama dompetku itu. Dialah tempat gaji pertamaku singgah. Dialah tempat aku menaruh uang SPP semasa SMA. Dia jugalah tempat uang saat aku jajan dengan kawan-kawan terbaikku. Pastinya dia tempat aku menaruh 'ongkos hidup' selama ini. Huhu... sedih~

Kehilangan uang selalu nggak seberapa, kenangannya itu loh yang bikin pedih. Menusuk di hati. Mengiris setiap urat masa indah. Oh iya KTP dan ATM juga ada di dompet itu. Ngurusnya kan repotin, kudu ke Malang (kan KTP-nya alamat Malang). Jadi makin sedih deh.


***

Aku membuat surat kehilangan di Polsek untuk kemudian kukirim ke Malang, buat ngurus KTP. Rencanannya Babe aku akan mencoba membuatkan, siapa tahu boleh gitu bikin KTP diwakilkan. Namun saat aku kirim itu surat hari Selasa pagi, sorenya ibuku sudah mengabarkan: "Git, paketan surat kehilangannya udah nyampe." Lah? Cepet amat! Lalu kukatakan sama ibuku kalau itu bukan surat kehilangan pasti, karena baru dikirim paginya mana mungkin sorenya udah sampai. Ketika ibuku membuka isi paketan tersebut ternyata isinya.............WOW! Isinya adalah semua isi dompetku! Man, this is so gay! 

Oh semua, kecuali uangnya tentunya; 
dan dompetnya... 

Wah aku langsung sumringah loh. Itu artinya aku ga perlu pulang untuk sekedar bikin KTP!

Di amplop tertulis pengirimnya adalah warga Menteng Dalam RT 06 RW 13 tapi tanpa nomor rumah :(. Namanya Muchdir. Beliau mencantumkan nomor hp sih, tapi sampai sekarang aku tidak menghubunginya, sebetulnya pingin langsung kudatangi rumahnya tapi kata Babe aku biar Babe aja yang hubungin.

Kalau suatu hari nanti si bapak itu misal googling namanya sendiri dan masuk blog ini semoga beliau membaca, tersadar, dan mengerti bahwa aku sangat berterima kasih padanya. Betapa kirimannya menyederhanakan banyak hal... sayanganya aku nggak bisa menyampaikan langsung. Kalau kata kawan-kawanku: "Lu kudu bersyukur banget, Git. Ternyata masi ada orang baik kaya gitu. Di Jakarta pula." 

Semoga cerita di atas menjadi contoh yang baik untuk siapapun (yang menemukan barang bukan miliknya). 

Friday 30 September 2016

Rio de Jodipaneiro


Kota Malang terus membenahi diri selama kutinggal pergi kerja (ke Jakarta). Beberapa sudut kota jadi berbeda banget. Sekarang jadi banyak tempat gaul baru, terutama di kawasan Soekarno-Hatta (Suhat) dengar-dengar. Taman kota dan alun-alunnya juga dibagusin sehingga menarik penduduk kota untuk mengunjunginya. Namun yang paling baru dan menarik bagiku adalah Kampung 3D dan Kampung Warna-warni! Lokasinya dekat banget sama rumah aku, hanya sekitar 2 km, makanya aku tertarik banget!

Aku dapat foto kampung wisata ini dari grup kerja aku pertama kali, petinggi gitu deh yang ngirim. Lalu lain hari kulihat di instagram beberapa kali. Wah, kaget aku. Aku kira yang dikirim bos itu editan Adobe Photoshop loooh. Berarti betulan yah?

Untuk membuktikan kebenaran foto itu aku pun mengunjunginya saat pulang ke Malang, di bulan September bertepatan dengan libur panjang hari raya Idul Adha. Aku pergi ke sana dengan ibuku. Kami pergi setelah sholat dhuhur naik angkot AMG (atau ABG juga bisa). Rumah kami di Kotalama.

Kampung 3D dan Kampung Warna-warni terletak berseberangan. Kedua pemukiman tersebut berada di kedua sisi Sungai Brantas. Kalau kita melihat dari atas jembatan beton yang menghubungkan Jalan Trunojoyo (Stasiun Kotabaru) dengan Jalan Gatot Subroto, Kampung 3D yang sisi kiri dan sebaliknya Kampung Warna-warni sebelah kanan. Ternyata di sepanjang jalan kota Malang sudah banyak spanduk dan baliho yang memasang promosi tentang kampung wisata ini, tertulis di papan-papan iklan tersebut adalah 'Kampung Wisata Jodipan' atau KWJ.

Tarif masuk ke Kampung Warna-warni Rp2000,00 per orang. Sejak di awal gang hingga masuk ke dalam yang paling dalam semua rumah sudah dicat seru sekali, berwarna-warni. Beberapa dihiasi gambar-gambar lucu, beberapa ditulisi kutipan menarik. Jalan yang berpaving pun juga dicat berwarna-warni. Jangan khawatir akan kehausan atau kekurangan kunyahan, karena penduduk di sana ada bahkan banyak menjual makanan ringan. Ada juga yang jual es warna-warni. Beberapa rumah menjual buah tangan, seperti kaos dan sticker.

Kapan mulai dicat, Git?
Menurut info dari mbak yang menjual sticker (harganya Rp3000,00), pengecatan Kampung Warna-warni dilakukan sebelum bulan puasa 1437 H tahun ini. Selesainya setelah Hari Raya Idul Fitri.

Mengapa dicat, Git?
Dulu pemukiman  yang terletak di bawah jembatan ini terkenal kumuh. Suatu hari ada mahasiswa UMM memiliki ide untuk menghilangkan citra tersebut, dengan mengecatnya. Cara sosialisasinya adalah dengan menjadikannya kampung wisata. Dengan banyak warna secara fisik saja sudah merubah pandangan terhadap pemukiman ini. Kemudian mahasiswa tersebut mencari sponsor, ketemulah dengan Decofresh. "Ngecatnya udah pro banget Mbak, buat yang rumah-rumah tinggi udah pakai semprotan. Tapi kalau yang railing ini pemerintah yang ngecat," kata mbak penjual sticker menjelaskan. Aku juga bertanya apakah Kampung 3D juga sama seperti Kampung Warna-warni, ternyata jawabnya tidak sama.
Berdasarkan sumber yang terpercaya bapakku, sebetulnya dari kecamatannya aja sudah berbeda. Wajar kalau perbaikan pemukiman ini berbeda penanganannya. Kampung Warna-warni masuknya kecamatan Blimbing dan kelurahan Jodipan. Sisi utara yaitu Kampung 3D masuknya kecamatan Blimbing kelurahan Kesatrian.

Tidak lama aku dan ibuku berjalan di Kampung Warna-warni, kami pun beralih ke Kampung 3D. Akses menuju ke Kampung 3D dari Kampung Warna-warni sampai saat ini hanya jembatan beton yang di atas itu. Kecuali kalau mau terbang atau mengulurkan jaring seperti spiderman, bisa aja langsung nyebrangin sungai.

Masuk ke Kampung 3D tidak bayar saat itu. Sejak masuk gang, aku dan ibuku sudah disambut dengan lukisan lubang 3D di jalan yang kami lewati. Secara umum, di sini memang lukisan-lukisannnya 3D semua. Tetapi belum banyak lukisan yang sudah selesai, kata seorang warga yang menemani aku dan ibuku pun progresnya masih 30%. Aku lupa siapa nama abang ini, tapi doi membawa kami sampai ke pinggir sungai, melewati dinding yang sudah dilukis. Aku juga banyak mendapat info tentang Kampung 3D dari abang ini. Menurut doi, perbaikan kampung ini disponsori oleh pemerintah (catnya), tetapi melukisnya dilakukan oleh warga sendiri. Wah jago-jago gambar banget dong warga sini ternyata!

Dua jam saja sepertinja cukup untuk menjelajah kedua kampung wisata ini, tidak butuh waktu lama. Setidaknya ini menurut aku ya, karena apa dong kegiatannya di dalam selain jadi berfoto doang? Wkwkwk. Ya aku cuci mata sih, dalam arti sebenarnya tanpa melepas bola mata dari rongganya. Sungguh deh, warna-warninya ini enak banget dipandang. Aku merasa mataku lebih baik setelah keliling kampung ini, karena warna-warnanya. Cling gitu! Rasanya mataku kembali segar, macam habis dicuci dan digosok sampai seperti baru beli.
Oh kalau kalian anaknya ramah dan suka nanya, bisa juga loh kalau mau beramah-tamah dengan penduduknya. Misal bertanya tentang 'warna baru' di pemukiman ini, sejarah pemukiman ini, atau pertanyaan apapun deh. Kusarankan demikian pada dasarnya orang Malang itu baik-baik dan ramah-ramah banget loh, jadi enak di-PDKT-in. Seriusan deh. Boleh dicek. ^__^

P&K
1. Semoga pembaharuan di KWJ ini benar akan merubah citra Kampung Jodipan yang awalnya kumuh menjadi eksotis, lucu, ekspresif, gaul, kekinian, kewl, awesome, colorful, apapun deh. Tak hanya citra secara fisik, tetapi juga mental dan jiwa warganya.
2. Adanya kampung wisata ini pun akan menyemangati kota Malang untuk lebih baik lagi dalam berbenah, sampai akan terdengar lagi nama yang penuh semangat itu: Malang Kota Bunga.

***

Little Art Gallery (click to enlarge)












Lucu banget kan? Yuk ke Kampung Wisata Jodipan.