Sunday 27 November 2016

Start from 2821 asl

Padahal hidup aku selama ini di Kota Malang dikeliling gunung. Ada Arjuno, Panderman, Semeru, Butak, dan lainnya. Tapi rasanya untuk mendaki salah satu dari gunung itu aku harus menumpuk mimpi-mimpi dahulu, tahun demi tahun, sedikit demi sedikit, sampai menjadi bukit, untuk menggapai pos pertama. Baru pos pertama. Kasian nggak?

"Git ngomong apaaa siiih? Gak terkopi! Muluk bangeut!"

Simpelnya, aku selama ini sungguh ingin naik gunung. Namun sebagai anak introvert yang selalu terlambat dalam banyak hal aku ga punya teman untuk mendaki. Makanya ga naik-naik. Teman itu baru ada Sabtu lalu, tanggal 14 di bulan basah Oktober (i know its kinda late post...). Hari dan tanggal yang bersejarah, aku ga mungkin lupa sama tanggal itu, kawan mendakiku, tetangga tenda, dan awan-awan tipis di atas kota yang menyambut kami. Gunung pertama yang berjodoh denganku adalah Gunung Cikuray di Garut sana. Orang yang mengajakku adalah teman kerja seangkatanku, namanya Aby. Owoooooh LONG LIFE ABY!!! Satu lagi temen perjalanan yang diajakin namanya Adib, juga teman kerja seangkatanku.

Kami berangkat ke Garut dari terminal Kampung Rambutan, bertolak tepatnya sekitar pukul 12.30 dini hari. Banyak banget barengannya yang satu bus sama kami, meski kebanyakan tujuannya adalah Papandayan. Bus kami sampai di terminal Guntur sekitar jam 5 pagi. Meski termasuk cepat tapi ternyata kami kesiangan, kata mamangnya sih jam 4 pagi tadi udah banyak yang berangkat duluan. Untuk menuju Gunung Cikuray dari terminal Guntur kita perlu naik angkot 06 (kata internet) atau carter. Nah tapi sepanjang mata melihat sih ga nemu angkot 6, yang ada hanya pick up untuk carter itu.

Ngaplo nunggu barengan di Guntur

Satu pick up karena kami bertiga doang dibanderol seharga Rp250.000,00 kurang lebih. Kami kira itu pick up akan bawa kami sampai ke pos pertama yaitu Pemancar. Tapi ternyata nggak juga, karena beberapa meter sebelum sampai pemancar itu si pick up nyerah, alasannya kalau naik kurang beban jd melorot takutnya. Jadilah kami ditransfer ke pick up di depan kami. Kami dioper setelah melewati dua pos yang memungut biaya. Oiya di sepanjang perjalanan ini kami bertemu dua atau tiga pos gitu yang memungut biaya. Kurang paham untuk apa pemungutan biaya tersebut. Ada yang mematok harga, ada juga yang seikhlasnya.

Pick up operan yang menampung kami sudah terlebih dahulu berisi empat orang. Kami berkenalan, mereka ternyata pada masih kuliah di Cirebon sono. Namanya Sabi, Itoh. Yeni. dan Ucup. Kalau di geng aku akulah yang jalannya paling lama, nah di geng mereka si Ucup ini jagonya. Jagonya jalan paling lama. Hahahha.

Sakit deh naik pick up lewat jalan ini hahahaha
Begitu sampai di Pemancar jalur yang pertama kami harus lewati ada di antara kebun teh. Nanjaknya memang nggak terlalu, mungkin kemiringan jalan hanya berapa belas persen saja. Tapi panjaaang banget. Ini pendakian pertamaku, dan di jalur inilah aku tahu maknanya 'naik gunung itu capek...'. Aku baru jalan berapa meter rasanya udah nggak kuat. Aku pengen pulang. Hiks. Aku tahu mentalku pun kalah sudah. Tapi aku malu buat ngaku. Malu banget. Saat di darat aku super semangat, nah lantas baru berapa meter naik udah nyerah gitu? Aku tahu harusnya kalau capek itu nggak boleh diam aja. Tapi baru berapa meter gini loh, ntar mereka bingung lagi? Kaki aku pun sudah lemas dan gemetar gitu. (Jangan ditiru yah, kalau pas naik tuh capek bilang aja. Jangan bilang kuat tapi tiba-tiba mati kelelahan)
Akhirnya aku pura-pura minta ganti sepatu. Mayan deh istirahat sejenak. Dua menit yang berharga untuk meyakinkan pikiran sendiri...

"Git kudu semangat dong ini kan yang dipengen selama ini!"
"Gitttt ini baru awal looooh how can you stand above the cloud kalau di pucuk daun teh aja udah payahhhhh?"
"Git katanya mau Rinjani..."
"Gita semangaattttttttttttt!"
"Gitong semangaattttttttttttt!"
"Gentong semangaattttttttttttt!"
"Git katanya pengen lihat yang dia lihat..."

AHA!

Ternyata yang paling ampuh nyemangatin adalah saat teringat mimpiku sendiri. Hihihi. Begitulah yang terjadi saat itu. Setelah istirahat itu, aku berdiri dan terus berjalan mengikuti ritme kelompokku. Meski merasa amat lelah dan lambat, aku berusaha terus maju. Setelah pemberhentian itu kami tidak lagi bertiga, tapi jadi bertujuh dengan mahasiswa-mahasiswa Cirebon yang bareng pas di pick up. Yeayyy, ternyata makin banyak makin semangat.
Selama di perjalanan aku merasa senang banget karena aku bisa menyapa semua orang tanpa dijutekin. Aku juga diajak ngobrol sama banyak orang. Senyum ke semua orang tanpa dianggap aneh. Kalau di Jakarta kan nggak gitu :(

Ada yang lebih parah dari ini? Banyak kok hahaha

Setelah kebun teh, jalurnya hanya ada hutan dengan akar yang besar-besar. Bonus track cuma dikit, jalannya nanjak melulu. Kadang ada jalanan yang beda tingginya semeter, jadi kudu banget dipanjat. Tidak ada sumber air, oleh karena itu kita perlu membawa banyak persediaan air minum. Masing-masing orang bawa 3 atau 4 botol 1.5 liter sepertinja cukup.
Ada tujuh pos yang harus kita lewati menuju puncak. Kemarin sih kami bertujuh mendirikan tenda di pos 3, tepat setelah kami makan siang. Sebetulnya nggak pengen juga kemah di situ, pengennya yang deket aja gitu sama puncak. Tapi pas mau gas naik kok sepertinja turun kabut dan hujan ya? Pasti jalanan akan licin, juga jarak pandang juga terganggu. Kami pun memutuskan mendirikan tenda saja. Satu rombongan lagi pun ikut mendirikan tenda di sebelah kami, geng anak Cawang yang kayaknya pada satu RT gitu rumahnya. Aaaah sik deh punya tetangga.~

Geng Cawang pengen foto bareng 
Sore harinya hujan betulan turun deras. Kami menunggu sambil ngobrol panjangggggggggggggggg kemudian tidur ahahahah. Seru juga yah tidur di tenda terus di luar hujan! Bunyinya kaya hujan itu langsung turun ke kepala. Berkat hujan ternyata tetangga kami bertambah dua. Satu di samping tendaku dan satu lagi agak dekat dengan jalan.
Hujan baru benar-benar berhenti sekitar pukul 10 malaman. Alhamdulillah. Jadi kami bisa muncak nantinya. Tidur tenang dulu yeayyyy. 


Puncak Mendung 

Kami muncak berangkat jam 1 dini hari. Anggota yang ikut adalah Aku, Aby, Itoh, Adib, dan Ucup. Dua yang lain yaitu Sabi dan Yeni ternyata nggak bisa ikut lantaran si Yeni ini sakit dan si Sabi menjaganya.
Kami berjalan menuju puncak (kaya AFI-_-) selama 3 jam. Kami melewati makin banyak tenda setelah pos 5, makin dekat puncak. Bahkan ada yang kemah di puncaknya. Bukannya bahaya ya kemah di puncak? Aku sebagai pemula kurang paham sih apa bahayanya pentingnya. Kalau ada badai mungkin susah gitu menyelamatkan dirinya?
Kami sampai di puncak sekitar pukul 5 pagi (sejam ngopi dulu dan sholat di dekat pos 7). Sayangnya mendung, jadi aku kesepian. Dalam artian nggak ada awan-awan yang selama ini kubayangkan bakal bergelombang, menemaniku lihat matahari terbit. Yah sabar aja kali ya, kan puncak cuma bonus. Aku kudu bersyukur dulu karena bisa sampai sini jalan yang kulalu nggak mudah. ^__^ Yeyeyey puncak pertama~

Terkutuklah buat yang nyoretin!!! (btw ada seonggok Itoh berdiri di depannya :D)
Di puncak ada suatu bangunan entah apa. Di dalamnya banyak yang tidur di sana, di sekitarnya juga banyak. Tapi sedih lihat bangunan itu, banyak coretan ga penting bikin kotor mata, tentu saja peninggalan tangan-tangan jahil tak bertanggung jawab. Semoga ada perbaikan untuk bangunan tersebut.

Kami hanya sejam di puncak. Turun balik ke pos 3 hanya memakan waktu satu setengah jam, hihihi cepet juga yah. Sesampainya di tenda kami pun menyiapkan sarapan. Menunya nasi, ikan tuna asap, seblak kering, dan sop. Makanan pembukanya adalah indomie goreng hahaha~

Perjalanan turun baliknya lebih cepat, pada loncat-loncat hampir lari kenceng banget -_-. Kami sampai di Pemancar sekitar pukul setengah 2 siang. Untuk mencapai kembali terminal Guntur kami pakai pick up sewaan juga, tapi kali ini kami bareng dengan orang banyak karena pick up nggak mau jalan kalau nggak 17 orang. Begitulah, kami pun berpisah dengan geng anak Cirebon. Yaaahhh~

Thank you all
Sampai di terminal Guntur kita bisa mandi di kamar mandi umum kalau mau. Aku sih nggak hahaa. Tapi jangan lupa bahwa bus Prima Jasa arah Jakarta berangkat maksimum pukul 5 hingga 5.30 sore. Kalau ketinggalan repot loh~
Perjalanan balik ke Jakarta durasinya masih sama seperti saat berangkat, yaitu 5 sampai 6 jam. Aku dan Adib naik Prima Jasa yang bisa turun di Cawang. Sementara Aby naik sendiri yang turun di Lebak Bulus. Dari Cawang aku naik Taksi sampai kosan. Begitulah perjalananku ke Cikuray, gunung pertama yang memberi aku banyak hal baru.


P & K 
1. Gunung bukan tempat sampah. Tapi kok banyak sampah banget ya di Cikuray? Aku belum punya bandingan dengan gunung lain, tapi aku pun merasa Cikuray ini kotor sekali. Aku sungguh berharap para pendaki yang ke sana sadar bahwa apapun yang mereka bawa kemudian jadi sampah harus dan wajib hukumnya untuk dibawa turun. :( Ini tabiat yang sederhana sekali, tapi nggak banyak yang bisa melakukannya.

Contohlah abang-abang ganteng ini ya, sampah tuh dibawa turuuunnnn
2. Masih berkaitan dengan sampah, menurut Sabi sih meski setiap pendaki meski wajib membawa sampah turun sebaiknya untuk pengelola Wana Wisata Cikuray juga kudu ikut membantu menjaga kebersihan gunung. Kan ada biaya masuk tuh, coba deh dialokasikan sedikit untuk kebersihan~
3. Menurut info Sabi di Cikuray udah jadi mitos untuk jangan turun gunung di atas jam 7 malam. Doi bercerita pernah temannya turun jam 10 malam. Nah nyampenya jam 7 pagi. o_O Nyasar ga jelas gitu~ Padahal menurutku sih jalur yang dibuka cukup jelas. Yah believe it or not, kita cari amannya ajalah.
4. Aku senang banget bisa masak di gunung huahahahhahaa seru juga yaaah ternyata. Selama ini cuma bisa masak di dapur sih~~ Jangan lupa bawa Energen, menurutku makan minum Energen di gunung itu bisa lebih enak 100x lipat dari makan gratisan di daratan.
5. Jangan pernah ragu untuk nyapa saat di gunung, minimal sekedar memberi senyum saat mendaki. Kita hanya minoritas di antara pohon-pohon, hanya dengan sesama pendakilah kita bisa saling tolong dalam keadaan sulit dan senang.
6. Kalau kata Puput dan Edo (tetangga tenda yaitu anggota geng anak Cawang) rugi banget lu ke gunung ga dapet temen baru. Jadi kalau tetanggaan sama pendaki lain kenalan yang bener ya! Heuheuheu
7. Terima kasih bueratttt buat geng Cirebon dan geng Cawang, aku senang banget dapat temen baru seperti kalian: Itoh, Sabi, Ucup, Yeni, Edo, Puput, Ka Iren, Si Longor, dan Kaka Cawang lainnya yang 'ku tak tahu nama kalian hihii maaffffff. Semoga bangett banget ketemu lagi di gunung yang lain, dengan suasana yang masih hangat. Insha Allah.
8. Terima kasih makin berat buat kedua kawanku Aby dan Adib, yang paling sabar nungguin jalanku hihihihi :3 
9. Untukku pribadi, semoga Cikuray ini adalah awal dari perjalananku selanjutnya. Tambah semangat Gitaaaa!



OUR MOMENTS