Sunday 30 October 2016

Lembur Tak Sampai

#Jakarta mode: on:#

Ini hari Minggu, gua lagi di kosan. Depan laptop. Lagi kerja. Lembur, katakanlah demikian. Daripada harus ke kantor memang gua lebih pilih bawa pulang laptop sih.
Kemarin selama weekday juga gua udah pulang malam mulu, jam 11 atau jam 12an lah. Jadi selama seminggu eh apa dua minggu kemarin hidup gua kaya gitu. Ga banyak lihat manusia selain orang kantor. Bosan? Pastinja. Gua juga kehilangan waktu-waktu me-time gua untuk menggambar dan menulis

Sedih...Lelah jiwa...

Kerjaan gua itu hubungannya sama gambar gitu deh, gambar konstruksi kalau bahasa umumnya. Perangkat lunak yang sering gua pakai adalah AutoCad. Versi yang terpasang di laptop ini ada dua yaitu 2010 dan 2013. Biasanya sih gua lebih sering pakai 2010 karena lebih ringan jadi lancar gitu bisa kerjanya. Cuma gatau kenapa yah hari ini versi 2010 pas dibuka (belum juga diapa-apain) udah FATAL ERROR. &$*@&*(&^$*#(&!)$!!!!!

Baiklah, mungkin gua disuruh buka versi 2013. Cuma problemanya ya gitu, lemoooot bener versi ini. Semenit dua menit tiga puluh menit gua kerja, kok kayaknya lemotnya semakin menjadi yah Kayanya lebih lemot daripada pas ngerjain di kantor gitu loh -__- Asli deh.

Kemauan gua untuk lembur kayanya ga sejalan dengan laptop ini. Mungkin doi meski hanya mesin biasa tahu bahwa ini hari Minggu. Biasanya doi cuma duduk doang di atas meja, bukannya tetap dipekerjakan seperti hari biasa. Lembur gua bertepuk sebelah tangan, boi. -__-

#Jakarta mode: off:#


Catatan: Tulisan di atas diketik saat sedang nunggu AutoCad 2013-nya loading ga jelas. 

Thursday 20 October 2016

Thanks.

Saat ini aku merasa bukan rakyat Indonesia, tiba-tiba saja. Aku juga merasa nggak aman, insecure kata orang Inggris. 

"Ngapa gitu, Git?"

Karena aku nggak punya KTP. Aku takut tiba-tiba ada polisi razia ke kosan, lalu aku dikira TKW gelap yang menyamar menjadi aku. Polisi nggak bisa membuktikan aku warga negara asing, tapi juga nggak akan menganggapku orang Indonesia, sehingga keputusan mereka adalah aku dibuang ke negara tak bernama.

"Lah kamu juga kenapa Git ga punya KTP?"
"Hilang bro, karena dompetnya lenyap..."
"He serius duarius sagitarius?" 

Pada hari Sabtu aku jalan dengan dua kawanku, Tama dan Mas Jawa, ke Pasar Rumput. Kami dari Kuningan naik bus TransJakarta. Transit sekali di halte Halimun, kemudian naik bus yang ke Pasar Rumput turun langsung di depan pasar. Aku nggak belanja apa-apa, tujuanku jalan ini pun hanya mengantar Tama yang mencari tempat alat mandi di Pasar Rumput. Selama perjalanan aku ngga ada keluarin dompet sama sekali. Ngerogoh tas juga hanya sesekali.

Di pasar kami hanya sebentar saja karena barang yang dicari gak ada. Kami pun menyambung perjalanan ke Pasaraya Manggarai, yang ternyata juga ga menjual barang yang kami cari. Kami rencana mencari di Kota Kasablanka (Kokas) saja. Namun sebelum melanjutkan perjalanan dengan bus TransJakarta ke Kokas kami membeli minum lebih dahulu di toko swalayan pinggir jalan paling menyala se Indonesia. Aku nggak sebut nama tokonya, ntar doi makin laku lagi. Wkwkwkwk.

Saat akan membayar minuman itulah aku baru cari-cari dompetku untuk membayar. Kok ga ada yah? Kadang suka ga kelihatan sih lantaran warnanya hitam, suka terkamuflase gitu dengan warna dalam tasku yang juga hitam. Tapi euuuhhh... kali ini beneran ga ada, Boi! Kemanakah gerangan?

Aku panik. Aku sudah kehilangan nafsu untuk menemani Tama dan Mas Jawa ke Kokas. Kuputuskan pulang saja untuk mencari dompetku di kamar kos, meski pesimis. Kedua temanku itu yakin dompetku tertinggal di kamar kos, tapi aku nggak, karena aku ingat betul aku sudah taruh dompet itu di tas. Terbukti sih saat sampai kubongkar itu kamarku, penggeledahan kulakukan, meski dalam hati super ga yakin. Tapi memang hasilnya nihil. Sambil terus membaca QS. An-Nashr, aku mengingat-ingat dimana gerangan. Jatuhkah? Atau apa diambil orang? Tapi rasanya ga ada yang grepe-grepe...

Aku pasrah aja deh dengan hilangnya dompetku ini, meski sedih banget. Dompet aku itu warnanya hitam, lipat tiga, ada tempat receh, tempat kartu-kartu, dan tempat foto. Belinya pas aku kelas 9 SMP, berarti sekitar tahun 2007 lah ya. Waktu itu kubeli sekitar Rp70.000,00 atau Rp90.000,00 gitu lupa deh. Uang buat beli dompet itu kudapat dari Bapak aku yang habis menang isi TTS di koran Kompas. Beliau mau memberiku uang buat beli dompet karena itu TTS menangnya atas namaku. Hahaha.
Sudah banyak kulalui kenangan sama dompetku itu. Dialah tempat gaji pertamaku singgah. Dialah tempat aku menaruh uang SPP semasa SMA. Dia jugalah tempat uang saat aku jajan dengan kawan-kawan terbaikku. Pastinya dia tempat aku menaruh 'ongkos hidup' selama ini. Huhu... sedih~

Kehilangan uang selalu nggak seberapa, kenangannya itu loh yang bikin pedih. Menusuk di hati. Mengiris setiap urat masa indah. Oh iya KTP dan ATM juga ada di dompet itu. Ngurusnya kan repotin, kudu ke Malang (kan KTP-nya alamat Malang). Jadi makin sedih deh.


***

Aku membuat surat kehilangan di Polsek untuk kemudian kukirim ke Malang, buat ngurus KTP. Rencanannya Babe aku akan mencoba membuatkan, siapa tahu boleh gitu bikin KTP diwakilkan. Namun saat aku kirim itu surat hari Selasa pagi, sorenya ibuku sudah mengabarkan: "Git, paketan surat kehilangannya udah nyampe." Lah? Cepet amat! Lalu kukatakan sama ibuku kalau itu bukan surat kehilangan pasti, karena baru dikirim paginya mana mungkin sorenya udah sampai. Ketika ibuku membuka isi paketan tersebut ternyata isinya.............WOW! Isinya adalah semua isi dompetku! Man, this is so gay! 

Oh semua, kecuali uangnya tentunya; 
dan dompetnya... 

Wah aku langsung sumringah loh. Itu artinya aku ga perlu pulang untuk sekedar bikin KTP!

Di amplop tertulis pengirimnya adalah warga Menteng Dalam RT 06 RW 13 tapi tanpa nomor rumah :(. Namanya Muchdir. Beliau mencantumkan nomor hp sih, tapi sampai sekarang aku tidak menghubunginya, sebetulnya pingin langsung kudatangi rumahnya tapi kata Babe aku biar Babe aja yang hubungin.

Kalau suatu hari nanti si bapak itu misal googling namanya sendiri dan masuk blog ini semoga beliau membaca, tersadar, dan mengerti bahwa aku sangat berterima kasih padanya. Betapa kirimannya menyederhanakan banyak hal... sayanganya aku nggak bisa menyampaikan langsung. Kalau kata kawan-kawanku: "Lu kudu bersyukur banget, Git. Ternyata masi ada orang baik kaya gitu. Di Jakarta pula." 

Semoga cerita di atas menjadi contoh yang baik untuk siapapun (yang menemukan barang bukan miliknya).