Monday 20 March 2017

Berlibur ke Timur: Bertemu Bidadari Indonesia (1/5)

Destinasi wisata di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Kadang aku bingung pilih yang mana. Itu kadang sih. Seringnya sih pengen ke sini situ, cuma waktunya yang ga ada. Tsah~ tipikal kesedihannya orang kerja banget.
Jadi saat kantor aku memberi libur yang cukup panjang, aku surprise banget euuuuuuyyyyy! Tanggal 24 Desember 2016 sampai 2 Januari 2017. Bersyukur banget aku. Cara bersyukurku kuperjelas dengan: hepi-hepi ke Lombok! Hiahaha asikkkk.

"Ngapa gak langsung berangkat tanggal 24-nya, Giiit?"

Tanggal 24 sampai 25 Desembernya aku ke Gunung Gede dulu. Lalu 26 gas ke Malang pakai kereta, nyampe besoknya. Kemudian tanggal 29 Desember baru ke Mataram, NTB. Aku berangkat dari Bandar Udara Juanda, pesawat Lion Air pukul 7.00 WIB. Sampai di Mataram pukul 09.00 WITA. Sebelum terbang aku udah takut banget bakal delay alias ditunda, kan itu pesawat terkenal delay-nya hihihi. Tapi alhamdulillah yang ini tepat waktu.

Pemandangan pertama tentang Lombok yang bikin saya terharu di dalam pesawat: Rinjani dan gili

Selama di Lombok ini aku bakal menginap di rumah temanku semasa kuliah dulu. Aku sih manggil doi Iik, begitulah nama depannya. Tapi keluarga doi memanggilnya Puput. Rumah Iik ini berada di kawasan Jalan Udayana, kota Mataram.

Iik-lah yang menjemputku di LIA (Lombok International Airport) pagi itu. Iik datang bersama dua kawannya yaitu Mita dan Mba Lita. Mita ini doi bawa karena Mita adalah generasi asli Suku Sasak. Wowwwww, cool eh? Ceritanya Mita ini disewa jadi pemandu gratisan gitu deh. Hihiiwww. Kalau Mba Lita ini teman kerja si Iik. Mungkin karena Mba Lita ini suka banget difoto makanya diajak, Haha. Oiya kalau di Pulau Lombok ini ngomong 'aku' kasar banget loh, makanya aku mencoba membiasakan bilang 'saya' sebagai kata ganti diriku ini. Well, Iik dan kawannya nggak memaksa sih, tapi di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Gitu kan ya. #matarammodeon

Desa Sade
Dari LIA Iik dan kawan-kawannya langsung membawa saya ke Desa Sade. Lokasinya nggak jauh kok dari bandara, mungkin hanya sejam sampai setengah jam perjalanan. Perjalanan ke Desa Sade melewati jalan yang tenang dengan pohon-pohon rindang di kanan dan kirinya. Guys, Desa Sade ini jangan sampai kalian tidak kunjungi kalau ke Lombok ya!

Desa Sade berada di kiri dan kanan jalan
Desa Sade merupakan desa aslinya Suku Sasak. Tapi meski 'desa', akses ke sana nggak buruk gitu kok. Malah di sebelah kanannya ada Alfamart dan ATM-nya. Hohohoho. Lokasinya pun di pinggir jalan banget. Terletak di tepi kanan dan kiri jalan, Desa Sade, boleh pilih yang mana aja untuk dikunjungi karena sama saja.

Saat kami ke sana cukup ramai juga pengunjungnya, karena memang hampir akhir tahun. Di dekat
gerbang kita diharuskan mengisi buku tamu dan ada kotak untuk memasukkan biaya masuk desa. Ongkosnya sih tidak tetap, terserah kita aja. Sepertinja sih bisa ditemani pemandu, kalau kami karena sudah dengan Mita jadi nggak perlu pemandu.

Desa Sade

Rumah di Desa Sade ini atapnya terbuat dari jerami gitu. Setiap rumah juga memiliki tingkatan, maksudnya ada yang udah beneran jadi rumah, ada juga yang akan jadi rumah. Kalau rumah yang sudah jadi banget, di dalamnya ada dua tingkat. Yang atas untuk anak-anaknya dan yang bawah untuk orang tuanya. Uniknya, penduduk membersihkan lantai mereka dengan kotoran sapi. Baukah? Nggak kata Mita, karena begitu dibiarkan sejam saja bau udah hilang kok. Umumnya penduduk Desa Sade mata pencaharian yang utama jual tenun dan tani.

Tipikal bentuk dalam rumah di Desa Sade

Tenun yang dijual ada yang berupa kain, ada juga yang seukuran taplak, seukuran syal juga ada. Ada juga yang sudah jadi tas, tapi nggak tahu deh itu kainnya bikinan tangan atau mesin. Tidak setiap rumah menunjukkan proses pembuatan tenun, beberapa hanya menjual barang jadinya saja. Untuk mewarnai benangnya digunakan pewarna alami sehingga dicuci dengan sabun nggak akan bikin pudar. Semisal warna biru dari daun nila, merah muda atau pink dari kulit kayu lake (mohon koreksinya kalau salah). Saya yang kepuengen banget punya itu yang syal, jadilah saya beli dua biji. Satu untuk saya dan satu lagi buat abang saya (ntar dikirim ke Malang hihihi). Kata Mita sih kalau anak gadis baru boleh nikah setelah bisa bikin 1 tenunan. Hyaaaaaaaa~~

Proses pemintalan benang
Atap rumah yang khas di Lombok itu seperti segitiga dengan sisi-sisinya yang cembung. Di Sade ini ada bangunan yang begitu, meski tidak banyak. Kata Mita, Atap tersebut di bawahnya adalah tempat menyimpan padi. Di bawahnya lagi baru untuk tempat tinggal. Padi ditaruh di atas tujuannya agar tidak basah dan jauh juga dari jangkauan hewan.

Menekuni tenunan

Kalau saya perhatikan sih meskipun ada bangunan yang tidak menggunakan tipe atap tersebut, tapi menjadikan bentuk itu untuk yang hal lain. Misal di pagar, kotak surat, atau lainnya.

Sebetulnya ada satu lagi tempat untuk mendapatkan tenun Lombok selain di Desa Sade, yaitu Sukarare. Kabarnya harga pun lebih murah di sana. Huft. Pengen sih kesana, tapi udah ga sabar lihat pantainya.... Kapan-kapan aja deh ke sananya.


Fungsinya bukan hanya sebagai atap tapi juga penyimpan padi

Pantai Seger dan Mandalika
Pukul 11.30 kami gas ke arah selatan, menuju Pantai Seger. Perjalanan tidak terlalu jauh juga, sama seperti dari bandara ke Sade. Menuju ke Pantai Seger dari Desa Sade kita akan melewati Pantai Kuta. Sekedar info, ternyata di Lombok ini juga ada daerah namanya Kediri loh hiihihi. Kaya di Jatim yah!

Menghambur ke pantai

Pantai Seger memiliki beberapa karang-karang di tepiannya. Ombaknya cuma lambaian ringan saja, cocok buat lari-lari manja gitu. Di kanan dan kiri pantainya terdapat dua bukit yang bisa didaki, yang sebelah kiri ada sapinya hihihi lucu buangett. Baru ini loh lihat sapi ada di bukit gitu.

Pantai Seger dilihat dari atas bukitnya

Sebentar saja kami main ombak dan pasir di pantainya, lalu kami menaiki bukit di sebelah kanannya. Huhuhu kereeennnn lihat pantai tapi dari ketinggian terdekat. Sepertinja tipikal pantai di selatan banyak yang begini, ada bukitnya. Buat saya inilah yang membuat pantai di Lombok begitu istimewa, ada 'ketinggian'-nya.

Di Pantai Seger masih ada juga ternyata yang berjualan kain. Harganya sih rata-rata Rp25.000,00 aja. Tapi sepertinja bukan tenun tangan melainkan pakai mesin, jadi wajar saja kalau harganya lebih murah.

Saya menghalangi pertemuan bukit dan langit
Setelah puas main di bukitnya Pantai Seger, Mita dan kawan-kawan mengajak saya main ke pantai sebelah hihihi. Ini juga uniknya pantai di Lombok, pantainya saling bertetangga. Udah kaya di perumahan aja yekan. Tanjungnya seperti jadi dinding bata sebagai pemisah. Tapi meski saling bedekatan pasir di pantainya sudah berbeda polanya.
Pantai sebelah ini namanya Mandalika (bacanya Mandalike). Namanya feminin banget yah, karena memang diambil dari nama putri-nya Lombok. Mita berkisah, Putri Mandalika ini cakep buanget. Suatu hari beliau ini diperebutkan oleh dua lelaki, sebut saja A dan B. Putri Mandalika yang baik hati pun bingung, putri tidak mau memilih salah satu karena akan menyakiti salah satu. Akhirnya putri pun memutuskan bunuh diri saja; dan dipercaya saat ini jelmaan putri ini menjadi nyale di pantai tersebut. Nyale itu semacam cacing gitu sih katanya, saat saya ke sana sedang nggak ada karena biasanya munculnya bulan Februari.

Patung Mandalika ada di sebelah kiri akses jembatan ini (arah kedatangan)
Dari Pantai Seger ke Mandalika bisa dengan jalan kaki, atau kalau bawa kendaraan dibawa aja agar lebih dekat dengan pantainya. Dari parkiran kendaraan ke pantainya kita menyeberang jembatan yang terbuat dari susunan bambu gitu. Prihatin lihat aksesnya ini, karena ada yang bambunya udah runtuh gitu. Memang masih aman untuk dilewatin sih, tapi nggak bagus aja dilihatnya.

Patung Putri Mandalika di atas batu-batu karang
Acara selanjutnya kami menuju ke Bukit Merese. Kami keluar kawasan Pantai Seger pukul 13.01 WITA. Bukit Merese berada di luar kawasan kedua pantai tadi, tetapi nggak terlalu jauh.

Bukit Merese dan Pantainya
Bukit Merese kemiringannya hampir sama dengan bukitnya Pantai Seger tadi. Saat mendaki kami bertemu dengan beberapa orang lain yang sudah mau turun, dan juga beberapa anak kecil yang sepertinja penduduk asli sana. Anak kecil ini pada menawarkan foto bersama dan menawarkan berulang untuk mengambilkan foto kami berempat tapi dengan kamera kami punya.
 
Jadi grogi deh dilihatin sapi
Kata Mita sih lebih baik nggak difotoin deh, kata doi anak di sini suka tiba-tiba bawa lari kamera gitu pas kita pose. Mereka merasa bahwa tanah ini milik mereka. Wew.
Buat saya, perilaku seperti ini cukup bahaya buat nama Lombok (terutama Lombok Selatan yang kata kawan saya secara umum orang-orangnya masih susah diatur). Kalau ada kejadian kamera dibawa lari pastinja turis merasa nggak aman kan, sehingga nggak mau balik berwisata ke sana lagi. Padahal di tempat wisata sih menurut saya keamanan itu seharusnya nomor satu. Semoga ada perbaikan untuk hal ini.
Bukit ini tempatnya Isyana Sarasvati bikin video clip loh hihihi coba cek yang judulnya Mimpi

Bukit Merese memang indah banget. Sama seperti di bukitnya Pantai Seger, kita bisa melihat pantai dan laut dari ketinggian. Saya rasa bukit ini malah lebih kehijauan lagi dibandingkan yang di Seger. Di hampir-hampir ujung bukitnya, ada pohon yang sudah ditinggalkan daunnya. Berdiri sendirian. Kepanasan.

Kami awalnya tidak ingin mengunjungi pantainya. Tapi semak rindang di bawah bukit membuat kami penasaran tentang pantai itu. Maka kami turun ke pantai setengah jam kemudian. Jalan dari bukit menuju pantai memang harus menerobos semak tersebut, di beberapa sisi semak beberapa orang sedang berteduh sambil makan siang. Mendengar aksen bicaranya sepertinja orang Lombok sini saja.

Dinikmati saja

Wow untungnya kami turun ke pantai, karena kalau nggak pasti saya ini bakal menyesal banget. Pantainya keren bangetttttt! Tidak terlalu panjang dan yang pasti masih sepi, membuat kita merasa ini pantai punya kita sendiri hahaha. Saya rasa pasir di sini enak banget untuk dipijak karena bentuknya yang relatif blondos-blondos nggak akan membuat sakit di telapak kaki apalagi melukai. Warna air di tepinya begitu menyenangkan untuk dipandangi. Saya jadi tertegun memandangi pantai Bukit Merese ini. Kewl.

Setelah puas berguling di pasir dan bermain dengan ombak di tepiannya, pukul 14.00 kami berempat keluar dari kawasan Bukit Merese. Meskipun masih nggak rela pergi, tapi saya ikut juga. Huehuehue masa mau ditinggal sendirian ya kannnn.

Menengok Pantai Kuta
Di perjalanan balik ini kami melewati Pantai Kuta lagi. Saya, Mita, dan Mba Lita turun sebentar menengok Kuta. Menurut pandangan mata sih Pantai Kuta ini cenderung lebih ramai dibanding pantai-pantai yang kami kunjungi sebelumnya, pantainya pun sudah banyak tempat-tempat berteduhnya semacam gazebo gitu. Dari pinggir jalan, sebelum ketemu pantai juga sudah ada ampyang untuk akses jalan. Bagi saya yang menarik sih ayunannya di Kuta ini, kalau pemandangannya saya lebih suka pantainya Bukit Merese tadi.

Pingin bawa pulang ayunannya

Nasi Balap Puyung
Saya tertidur di perjalanan, bangun-bangun sudah di pinggir jalan daerah Puyung. Apa yang di pikiran kalau dengar Puyung? Nasi Balap? Benar bangeeeet. Saya, Mita, dan Mba Lita bakal makan Nasi Balap Puyung siang ini.Tempat makan nasi balap ini tidak tepat berada di pinggir jalan. Lokasi masih di dalam gang lagi, sekitar 30 meter. Kemudian kita belok ke kanan, di belakang warung yang juga menjual nasi balap di situlah kami makan. Sebetulnya di Mataram pun banyak yang jual nasi balap, tapi kalau mau rasa yang asli memang kudu ke Puyung ini.

Kalau makan di sini berasa diliatin Inaq Esun
Tempat makan yang kami kunjungi ini namanya Nasi Balap Puyung "Inaq Esun." Meski pintu masuknya ukuran satu pintu biasa tapi di dalam besar juga. Konsepnya lesehan gitu. Di sisi kanan tempat makan ada spanduk besar yang bertuliskan tentang sejarah nasi balap dan wajah Inaq Esun. Menurut saya tatapannya Inaq Esun ini sangar banget, cocoklah beliau menjadi penemu nasi balap. Hahahah.

Berikut sejarah nasi balap berdasarkan spanduknya Inaq Esun: 

"Satu lagi makanan khas Lombok yang sangat terkenal karena ayam pedas dan ayam suwir kriuk/krispinya, yaiu 'Nasi Balap Puyung.

Asal mula makakan ini dimana pada tahun 1973 di samping usahanya menjual ikan laut di pasar Kebon Roek, Inaq Esun juga membuat makanan khas yang dibungkus daun pisang yang berisi nasi putih dengan lauk ayam plecingan dan serundeng. 
Nasi ini pertama kalinya diperkenalkan dengan nama 'Nasi Kaput Inaq Esun.' Inaq Esun menjual dagangannya dari pasar ke pasar walau itu dengan sistem barter dengan kebutuhan lainnya.

Dengan ketekunan dan tekat yang kuat ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meskipun dengan penghasilannya yang kecil tanpa sadar beliau ternyata mempopulerkan makanan khas yang dia buat sendiri. Makanan ini mulai menjadi kebutuhan orang meski peminatnya hanya dari kalangan sesama penjual sesama penjual dan para sopir angkot yang ada di pasar itu. Makanan ini mulai dikenal orang banyak mulai dari daerah Puyung itu sendiri maupun daerah lain seputaran Lombok Tengah yang dikenal dengan nama warung 'Inaq Esun.'

 Barulah sejak tahun 1990-an makanan ini mulai dijual di rumahnya sendiri yaitu di Desa Puyung Kecamatan Jonggat. (Paragraf yang ini gelap fotonya jadi maaf yah kalau infonya kurang lengkap heuheuhue)

 Cakupan wilayah yang semakin luas, waktu itu daerah Puyung terkenal dengan balapan liar tidak terkecuali ada cucunya Inaq Esun ikut andil di sana. Hingga suatu saat cucunya Inaq Esun ini memenangkan balapan liar itu dan merayakan kemenangannya dengan mentraktir makan teman-temannya di warung neneknya yaitu 'Inaq Esun.' Di saat itulah tercetus nama Nasi Balap Puyung sebagai ganti dari nama warung Inaq Esun. 

Dengan proses yangterhitung sangat sederhana sekali nama Nasi Balap Puyung ini mulai diperbincangkan orang-orang dan terkenal sampai keluar daerah Lombok Tengah bahkan sampai keluar daerah NTB sendiri. 

Tapi sayang di tahun 2008 karena ketenaran nama Nasi Balap Puyung mulai didomplang oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dari ketenaran nama itu. Tapi tidak usah khawatir meskipun sudah banyak rumah makan yang mengatas namakan Nasi Balap Puyung bahkan banyak yang mengaku masih memiliki hubungan keluarga jangan sampai anda tertipu (?)
 
Namun aslinya masih tetap seperti dulu yaitu terletak di Desa Puyung Lombok Tengah dengan nama dan logo asli pemiliknya sendiri yaitu Nasi Balap Puyung 

'Inaq Esun.'"
Nasi balap terdiri atas nasi, kacang, dan ayam suwir pedas

Kami pesan lima porsi nasi balap (tiga dimakan di tempat dan dua dibungkus untuk Iik), satu air mineral dingin, dan dua gelas es degan. Total semuanya pas Rp100.000,00, berarti satu porsinya nggak sampai Rp20.000,00. Murah juga yah, mengingat namanya sudah tersohor kemana-mana

Dulu di Malang saya pernah makan nasi balap di belakang UIN Malang. Saya rasa lebih pedas yang di Malang daripada yang di Puyung ini. Nah kalau rasa saya lupa yang di Malang kaya apa haha karena udah lama banget ga kesana, dua tahun lalu terakhir ke sana. Tapi yang di Puyung ini enak kok, saya pun merasa terhormat bisa makan Nasi Balap Puyung di Puyung. Perasaan saya makan nasi balap ini: Oo gini rasa aslinya.

***
Pantai Ampenan
Malam hari di Mataram mendung. Nggak ada bulan maupun bintang. Saya dan Mba Lita memutari kawasan kota tua, begitu yang disebut di internet. Tapi kami nggak lama karena buat saya kurang menarik. Bangunan-bangunannya memang terlihat kalau sudah ada sejak jaman dahuluuuuuu banget, tapi jalanannya agak singup hihi jadi ngeriii. Di siang hari bangunan tersebut masih digunakan yaitu untuk jualan, mungkin kaya pertokoan gitu ya.
Jalanan kota tua

Masih dekat dengan kota tua, ternyata ada Pantai Ampenan. Pantai ini sudah dirapikan tepiannya, jadi kaya Anyer gitu loh sudah ada pagar-pagar pembatasnya. Dekat sekali dengan kota tua, mungkin cuma 10 atau 15 menit perjalanan. Hemmm saya jadi kebayang apa yang Iik bilang sebelum saya sampai di sini: sepanjang jalan di Lombok tuh Pantai.

Lampunya bisa berubah-ubah warnanya loooh

Namun sayangnya air laut sedang pasang di Ampenan malam itu. Saat kami datang seisi pantai justru bubar karena gelombang air naik melebihi pagar pembatas, saya bahkan kena ombak sedikit. Anginnya juga kencang banget. Ada yang teriak 'Tsunami...Tsunami...' gitu. Candaan doang sih hahaha. Tapi emang ngeri sih. Gerimis pula.

Tinggi banget airnya sampai masuk ke jalan

Sate Bulayak Narmada dan Masjid Islamic Center
Kami berdua pun kemudian menuju Taman Malomba. Di pinggir taman tersebut berjajar rombong orang jualan berbagai macam makanan. Di antara semua itu yang paling menarik perhatian adalah yang belum pernah kudengar namanya: Sate Bulayak Narmada. Narmada itu nama kota asalnya sate ini. Kami belinya campur aja, daging dan jeroan (ayam).

Terima kasih pak penjual Sate Bulayak sudah memberikan sate terbaikmu malam itu
Karena baru nyobain saya nggak beli banyak, seporsi saja untuk kami berdua. Romantis yah. Tapi karena gerimis, kami nggak bisa makan di TKP. Di taman tersebut nggak ada tempat yang teduh. Maka kami memutuskan untuk makan di Islamic Center (IC). Saya sempat baca di internet bahwa IC ini masjid terkeren di Mataram. Benar nggak yah? Markiteng! Mari kita tengok~
Nggak sampai kamera saya memotret fasad masjid ini dalam satu frame

Saat sampai IC gerimis kecil berubah menjadi hujan yang cukup deras. Saya dan Mba Lita baru menyadari bahwa makan di masjid aneh juga ya? Hahaha. Karena nggak begitu lapar, kami muter-muter dulu di dalam masjid. Sepertinja konsep IC ini mirip masjid yang di Makkah itu loh, Masjidil Haram kalau tidak betul namanya. Di sekeliling bangunan utamanya ada koridor yang terhubung, kemudian setelahnya ada halaman yang terbuka saja. Baru bangunan utamanya terletak di tengah pas. Untuk mencapai lantai dua kita bisa naik tangga atau kalau mau naik eskalator ada juga. Wowwww mewah~

Kandil Masjid IC
Saat itu di lantai dua sedang ada acara, entah kajian atau apa. Saya dan Mba Lita naik untuk menengok interior dalamnya. Kami terperangah melihat kandilnya, bagus bangettttt wooooooow. Kami sibuk memotret, nggak menyimak isi acaranya hahaha.

Lontong dan Sate Bulayak
Kami pun turun kembali setelah mengambil gambar. Di bawah tangga kami makan Sate Bulayak. Di sate yang pertama saya rasa biasa saja rasanya. Tapi sejak sate yang kedua saya tetapkan ini adalah sate terbaiknya Pulau Lombok. Bumbu kacangnya sepertinja lebih encer dari sate yang biasa saya makan. Kata Mba Lita pun itu bumbu ada santannya. Seporsi ada sekitar 10 tusuk, kita juga dapat lontong. Cara makan lontongnya ini dicocol (sepertinja) ke bumbunya. Lontongnya pun bentukannya nggak seperti lontong biasanya, bungkusnya muterin lontong secara spiral vertikal. Asli ini sate enak banget. Jadi nyesal ngapa nggak beli dua porsi yak hahahha.

***

Tempat-tempat yang indah di Bumi seringkali diungkapkan sebagai surga dunia, pun begitu Pulau Lombok ini bagi saya. Dengan begitu boleh dong saya bilang semua perempuan yang di Lombok ini bidadari.

P & K 
1. Menurut saya pantai-pantai yang saya kunjungi tadi masih relatif bersih, semoga akan terus begitu meskipun suatu hari nanti akan lebih banyak pengunjungnya. Ingat yah kawan, jangan tinggalkan apapun kecuali jejak dan jangan bunuh apapun kecuali waktu~
2. Terima kasih bangeeettt buat Mba Lita, Mita, dan Iik atas waktunya. Cuma bisa bilang terima kasih, nggak bisa balas lebih. Hiks hiks.

Terima kasih berat ya para bidadarinya Lombok: Iik, Mba Lita, dan Mita. Terima kasih banget buat waktunya. Sampai ketemu kapan-kapan~



DAY 1 AT LOMBOK - NTB
(click to enlarge the photos)

































7 comments:

  1. Makasih ya git, namaku terpampang jelaaaas hahaha.
    Makasih jg fotonya 😂😂

    Tapi itu yg perjalanan 10-15 menit itu kayaknya dari rumah mbak lita atau kota tua gak selama itu ke pantai ampenan. Deket kok itu hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. mana ik namamu yg jelas terpampang? O_o
      hooo iyaya deket ik? yaudah biar pada baca komen aja aku ga akan revisi, biar ga kaya skripsi XD

      Delete
  2. Makasih banyak buat Mbk Iik dan Mbk Gita sudah ngajakin saya traveling bareng kalian. Makasih juga nama saya di publis disini Mbk Gita.😂😂😂😂

    Bener itu Mbk Iik, perjalanan dari rumah ke pantai Ampenan ndak sampai 10-15 menit mungkin bisa d tempuh dengan waktu 5menit saja.

    Berwisata ke Lombok ndak bakalan nyesel dah dan bisa buat rekomendasi jadwal traveling buat teman-teman semua😉😉😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duuuh ini Mba Lita ya? >__< kyaaa Mba Lita terima kasih ya sudah menemani aku, trus bayarin aku makan Sate terenak se-Lombok yaitu SATE BULAYAK HUAKAKAKKAKAKAA makasi ya Mba Litaaa (iya bener Mba Lita tah ini? Kalau salah malu dong -_-")

      Delete
    2. Hahahaha....
      Bener Mbk Gita ini saya Lita. Apaan sih Mbk Gita ini cuma sate Bulayak 1 porsi aja n Mbk Gita udah beliin saya sate Rembiga komplit dengan menu lainnya lagi. Pokoknya kembali kasih buat mbak Gita n semoga mbak Gita ndak nyesel kenal saya, hahahha

      Delete
    3. Soalnya enak Sate Bulayaknya Mba Littt :(
      hehehe iyaaahhh kalau ada umur kita ketemu lagi di tempat bagus lainnya ya mba~ XOXO

      Delete
    4. Amin!!!!
      Insyaallah bisa hunting dan traveling d tempat baru lainnya,wkwkwk

      Delete