Wednesday 22 March 2017

Berlibur ke Timur: Gili Nanggu (2/5)


Masih dalam #matarammodeon

Hari ini tanggal 30 Desember 2016 adalah hari kedua saya di Mataram. Target saya hari ini sebetulnya ke utara, pingin banget main-main ke air terjun. Tapi ternyata berat banget badan ini untuk bangun pagi, perjalanan kemarin meski cuma ke pantai-pantai gitu ternyata melelahkan juga haha. Padahal kalau dari Mataram ke area air terjun sana cukup lama perjalanannya, bisa tiga atau empat jam perjalanan. Kalau kesiangan cuma dapat satu tempat, tanggung banget. Makanya kudu berangkat pagi.

Menuju Gili Nanggu

Atas rekomendasi Iik (kawan saya yang rumahnya saya tebengin) hari ini kami mau main airnya di level 0 aja, di Gili Nanggu. Jeng jeng!

"Git ke Gili itu ngapain aja sih?" 
"Gili dalam bahasa Sasak artinja adalah pulau (kecil). Biasanya di sekitar gili tersebut kita bisa menyelam atau snorkeling sambil lihatin ikan dengan warna super ceria gitu. Kita pun bisa nikmatin pulau itu layaknya bersantai di pantai."

Pengalaman saya sih kemarin pas di Lampung saya juga main ke suatu pulau. Tapi snorkeling-nya bukan di dekat pulaunya melainkan pas di perjalanan dengan kapal ke arah pulau tersebut. Di pulanya kami cuma foto sama makan doang. Sepertinja menyesuaikan saja di mana area yang bagusnya.

Dermaga Gili Nanggu

Gili Nanggu terletak di sebelah selatannya kota Mataram. Saya, Iik, dan kawan Iik satu lagi namanya Mba Lita berangkat dari rumah pukul 10.26. Kami nyantai banget berangkatnya, sarapan dulu, haha hihi dulu, karena perjalanan ke sananya nggak terlalu lama. Kami sampai pukul 11.45. Saya yang dibonceng doang terkantuk-kantuk di motor lantaran anginnya enak banget.

Bertiga kami menyewa alat snorkeling sekaligus kapal untuk menyeberang, total biayanya Rp470.000,00. Di Nanggu ini sistemnya carter, jadi kita tidak menyeberang dengan menunggu penumpang penuh tapi mau berapa orang juga bisa tetap berangkat. Biaya di sini memang lebih mahal kalau dibanding dengan Gili Trawangan. Kata Iik pun seharusnya harganya nggak segini tingginya. Tapi doi udah di tawar juga abangnya nggak mau turunin harga, yah sudahlah.

Laut adalah tempat yang tepat untuk memikirkan hal-hal yang tidak terpikirkan di daratan. Ketenangannya mampu membekukan segala tanda tanya. (Karunia Fransiska)

Ada empat gili yang bisa dikunjungi yaitu Gili Nanggu, Gili Kadis, Gili Sudak, dan Gili Tangkong. Tujuan pertama kami Gili Nanggu. Kami ditemani dua orang awak kapal yaitu Pak Agus yang selalu nongkrong di kapal bagian belakang (narikin motornya) dan satunya lupa nama dah haha sebut saja Pak Kapal. Oiya biaya yang diberikan ke bapak-bapak tadi belum termasuk tiket masuk ke gilinya yah, ada biaya lagi yaitu Rp15.000,00.
Suasana di Nanggu cukup ramai. Ada banyak turis mancanegara, yang pribumi juga ada. Saya, Iik, dan Mba Lita langsung mengenakan pelampung dan alat snorkeling kemudian menuju lautnya. Iik semangat banget, saya dan Mba Lita cukup semangat. Saya sebetulnya merasa kurang cocok sama wisata keairan gini. Kalau pantai okelah  ya, banyak ketenangan yang bisa saya dapat di sana. Tapi kalau berenang-renang gini mah gimana saya bisa menikmatinya sementara berenang aja saya nggak bisa?

Masih cukup sepi Gili Nanggu
"Kan ada pelampung, Git? Gak perlu berenang..."

Banyak yang berkata demikian, tapi sih tetap aja tuh berdasarkan pengalaman saya kita perlu skill berenang untuk bergerak ke sana kemari. Snorkeling pun bagi saya nggak semudah cuma "ngambang" di air. Kalau kaca matanya nggak pas air jadi masuk mulu ke kaca mata, jadilah panik.
Tapi saya toh nggak pingin melewatkan satu wisata utama Lombok punya, nggak mungkin saya ke Lombok tapi nggak ke Gili. You know what i mean? :D

Hutan kecil di Gili Nanggu
Sumber: Dokumen Iik

Iik sudah jauh menjelajah, sementara saya cuma di area cetek-cetek saja. Berdiri, nggak berenang. Hahahha. Mba Lita-nya berusaha berenang sedikit-sedikit. Kamera saya bisa dipakai di bawah air, tapi saya nggak bisa memanfaatkannya maksimal jadi saya serahkan ke Iik. Mungkin Pak Agus si awak kapal sedih lihat saya ga nikmati perjalanan ini, jadi kemudian beliau mendekati saya dan Mba Lita kemudian mengajari kami snorkeling. Mba Lita diajarkan sedikit sudah cukup bisa, sementara saya ini panik melulu.

Penangkaran Ikan
Kalau kaki ini nggak ada pijakan, disitulah saya mulai panik. Padahal nggak bisa berpijak ini kan saya ngambang gitu, tetap aja panik. Kalau telinga saya udah nyentuh air pas kepala masuk buat snorkeling, ini saya juga panik. Kadang saat kita bernafas dengan alat snorkeling kan bisa jadi air masuk tuh, trus kalau misal sekedar diludahkan saja airnya nggak mempan maka kita copot dulu alat nafas. Nah saat itu kan jadi mulut kita kena air laut sedikit-sedikit, pas seperti itu saya juga panik bin kezal. Ya gimana atuh kan air laut itu asin udah gitu ombak meskipun kecil kaya nendang-nendang muka saya.

Well, i know for this case im totally a loser. Sementara ada anak bule yang berenang kenceng banget ke sana kemari, saya udah tua gini takut berenang! Hell. Resolusi 2017 kayanya 'bisa berenang' cocok kali ya.

Saya cuma bisa sampai di elevasi 0 nggak bisa kurang lagi

Tidak jauh dari gili ada penangkaran ikan. Eh ya jauh sih rasanya karena saya berenang ke sananya, tapi jarak sesungguhnya mungkin hanya 20 meter lah. Atas ajaran Pak Agus saya bisa mencapai penangkaran itu meski panik gimana gitu, berenangnya juga digandeng beliau tentunya hahah (cupu!). Sepanjang perjalanan dari tepi pantainya gili ke penangkaran saya sempat melihat ikan warna belang. Meski nggak begitu jelas karena airnya keruh, tapi warna mereka tetap nampak cerah menyenangkan. Kata Pak Agus kalau mau nggak keruh ke sininya lebih pagian lagi, atau sore juga oke.
Saya lega sekali berdiri di atas penangkaran. Bisa napak setelah ngambang beberapa lama itu rasanya sesuatu~

Oiya selain snorkeling kita juga bisa makan kelapa muda dan juga jalan-jalan di hutan kecil di Nanggu. Kata Iik sih bagus hutannya. Waktu itu saya nggak ke sana karena Iik-nya lupa membawa kami ke sana. Hahaha -_- aya aya waeeeeee.

Tepian Gili Kedis

Tujuan kami selanjutnya adalah Gili Kedis. Di sana masih ada spot untuk snorkeling, jadi kami ke sana masih dengan pakaian basah. Sebetulnya saya udah ga pengen berenang sih, tapi kayaknya di sana ga ada hiburan lain sih selain berenang. Jadi iyain aja dulu haha.
Gili Kedis tidak seramai di Nanggu, karena pulaunya pun lebih besar di sana juga. Pinggir pantainya yang dekat tambatan kapal pun sudah banyak sampah gitu :(. Area untuk snorkeling ternyata dekat banget sama tempat kapal kami berlabuh, turun udah langsung bisa berenang-renang. Tapi kami nggak lama karena berdasarkan info dari Iik yang jago renang bagusan pemandangan di Nanggu.

Kalau mau berenang lagi boleh

Oiya tiket masuk ke Kedis ini ada lagi, senilai Rp12.000,00. Di sini kita bisa duduk-duduk di kursi pantai sambil nikmatin pantainya Gili Kedis. Kita juga bisa mandi, nggak ada biaya untuk mandi di sini. Jadi tiket masuknya udah termasuk ongkos wc. Di Kedis ini juga disediakan musholla untuk sholat. Sebetulnya bukan musholla juga sih, tapi semacam gazebo dari kayu gitu, nah tapi ada tulisannya musholla jadi ini khusus dipakai untuk sholat hihi. Muatnya mungkin hanya untuk dua sampai tiga oranglah.

Begitu buka kamar mandi pemandangannya kaya begini nih

Saat itu di Kedis lagi panas-panasnya. Di sisi baratnya musholla ada satu pohon yang sudah meranggas daunnya, pohon itu tidak ada yang memayungi dari sinar matahari. Sambil duduk-duduk di kursi pantai saya membayangkan kalau menjemur handuk di pohon itu, mungkin bakal kering langsung dalam semenit.


Setelah mandi, sholat, dan merapikan bawaan kami pun kembali ke kapal. Kali ini dalam kondisi baju udah kering dan bersih hihihi. Tujuan kami selanjutnya adalah Gili Sudak. Gili tujuan selanjutnya ini dikhususkan untuk tempat makan saja, begitu info yang Iik katakan. Saya lupa berapa berapa tiket masuknya. Saya kira pun kami boleh bawa makanan dari luar, jadi konsepnya kaya piknik gituuuu. Eeee ternyata nggak haha. Kami diharuskan makan di sana tapi makannya beli di sana.

Suasana Gili Sudak

Kami sempat duduk sebentar melihat menu, tapi karena kurang tertarik jadi kami langsung cabidut aja. Kalau menurut Iik sih harganya bikin ga tertarik hahaha. Kami juga belum lapar-lapar banget saat itu. Iik juga memberi tahu, kayaknya untuk saya lebih baik duitnya buat kulineran di tempat lain aja. Ooooookelah kalau begitu.
 
Sensasi makan di Gili Sudak di pinggir pantai banget

Sebetulnya jatah kami ada satu lagi yaitu Gili Tangkong. Di sana pulau tak berpenghuni gitu deh. Mungkin hanya bisa buat foto-foto gitu. Tapi kami ga pengen ke sana, selain sudah sore kami ingin cepat-cepat kembali ke kota saja agar bisa makan.

***

Malam harinya saya dan Mba Lita coba makan Sate Rembiga (dibacanya tentu Rembige). Masih berada di Mataram tapi daerah Rembiga, itulah kenapa namanya Sate Rembiga. Saya rasa kalau di Jogja sih semacam Jalan Wijilan gitu, sederetan ada banyak gudeg kita tinggal pilih aja mau yang mana. Sama juga di sini banyak yang jual sate, kita tinggal pilih mau yang mana. Mba Lita merekomendasikan yang waungnya Ibu Sinnasih.
Jalanan di depan warung sate cukup sempit, sementara kendaraan yang lewat sini pasti jalannya pelan karena mereka lagi cari tempat parkir buat makan sate. Jadilah kita kudu sabar karena arus lalu lintasnya agak tersendat-sendat.

Interior dalam warung Sate Rembiga Ibu Sinnasih

Saya dan Mba Lita berdua saja makan sate. Kami pesan nasi dua porsi, bebalung, plecing kangkung, dan tentu saja Sate Rembiga. Total semuanya Rp92.000,00.

Interior di dalam warung sate ini lucu loh, meremaja gitu deh. Ini di luar ekspektasi saya banget karena saya membayangkannya kalau warung sate itu ya biasa aja gitu. Banyak asap, bau asap, dipadu warna dinding sederhana. Ternyata di sini lain. Unik, dindingnya ada gambar-gambar gitu hihii. Bangkunya juga warna-warni.
Selain interiornya saya juga dikejutkan oleh menunya. Tidak hanya sedia sate tapi juga ada bebalung, plecing, dan beberuk. Saya pernah direkomendasikan seorang teman untuk makan bebalung, tidak saya sangka saya bisa membeli bebalung di warung sate. Juga plecing kangkung. Maksudnya, emang bisa ya kangkung jadi temannya sate? Bebalung juga, kan doi daging berkuah gituuu. Kalau yang beberuk ini saya baru dengar malam itu. Ternyata beberuk adalah terong mentah yang disiram semacam pecel (kalau salah mohon dikoreksi ya :D). Kami sih nggak pesan beberuk, tapi di hari berikutnya saya baru tahu wujud aslinya hihi.

Inilah wujud bebalung yang segar itu

Sate Rembiga terbuat dari daging sapi. Menurut saya sih enak-enak aja, cuma kayanya sate semacam ini bukan tipe sate yang saya suka. Sate Rembiga ini tidak dihadirkan dengan bumbu lagi, tetapi di dagingnya sudah ada bumbunya. Ini yang membuat saya kurang cocok. Tapi menurut pandangan yang lebih obyektif saya rasa oke juga sate ini, dagingnya mudah digigit dan bumbunya pun berasa di masing-masing dagingnya.


Sate Rembiga yang ada di daerah Rembiga haha

Bebalung adalah daging sapi dengan kaldu yang rasanya mirip rawon tapi nggak pakai kluwek, itu kalimat yang tepat untuk menggambarkannya bagi saya. Enak rasanya, segar gitu deh. Meski sama-sama berbahan utama daging tetapi cocok juga untuk mendampingi sate. Saya juga suka karena tidak hanya ada daging di dalamnya tetapi juga bagian lain yang lunak, bukan gajih (lemak) sih tapi apa ya ga tahu namanya hahah. Bagian yang lunak itu cukup untuk mengimbangi daging-daging yang semangkuk dengannya, jadi saya nggak dibikin bosan dengan bertemu daging melulu.


Makanan paling endeus sore itu

Plecing kangkung bukanlah hal baru buat saya. Di Malang saya pernah cobain, bahkan coba bikin sendiri (tapi gagal hahah). Tapi ternyata yang paling enak sejauh ini ya yang di Sate Rembiga ini. Rasanya segar sekali, kesegarannya berasal dari kangkungnya. Lalu ada manis-manisnya dikit, asalnya dari kelapanya. Rasa pedas juga ada, yang asalnya dari sambal terasinya. Di antara semua pesanan saya malam ini saya rasa kalau ada lomba sepertinja plecing kangkung bakal jadi juaranya. Selamat yaaa plecing!

P & K
1. Untuk saya sendiri, Gita, segeralah bisa berenang! Mau sampai kapan cuma bisa lihat keindahan di daratan cobaaaaaaa. Di laut juga banyak warna, Gita!
2. Semoga sampah di gili manapun bisa diatasi dari kesadaran pengunjung maupun dari pengelolanya 
3. Kalau suka sama ikan-ikanan coba ke Dusun Nipah deh. Sebetulnya kami sepulang dari Gili Nanggu nggak pengen ke Rembiga melainkan ke Nipah. Tetapi karena pas datang udah capek jadi kami banting setir ke situ hihihi.
4. Keren juga Lombok punya mall. Kagum saya!


Mall Lombok punya
5. Terima kasih Iik dan Mba Lita yang sudah menemani di hari itu, makasih berat ya girlllllssssss. Oh maaf yaaah Iik lu jadi marah-marah di Rembiga hahah bete ya nyari parkir?

OUR MOMENTS
(click to enlarge the photo)



















 

2 comments:

  1. Masa sih harganya 470rb? Bukannya 370rb? 😂😂 nggak semahal itu ah git. Biaya kapal.aja 280rb kan? Terus sewa alat snorkling masing2 50rb....430rb.... ada plusnya lagi ya? 😂😂😂😂 lupa git 😂😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lupa ik rincinya kumahaaaa tapi yg ini aku nyatat jadi bener kok B)

      Delete