Saturday 6 January 2018

Belitong: Dikawal Bulan dan Matahari Terbenam (2/3)

Sabtu, 2 Desember 2017

Semalam aku sudah mewanti-wanti Fururo bahwa hari ini kami akan berangkat pukul 07.00 pagi dari hotel.

"Pagi banget, Git?"
"Iya soalnya mau ke Belitong Timur hari ini!"
Lalu kenyataannya jam 7 aku baru bangun dong! Hahaha. 
Gado-gado Belitong yang yomski banget gitulah 
Sebetulnya kami pengennya sarapan nyari di luar aja gitu, tapi ternyata harga kamar udah dikasih sarapan juga jadilah kami sarapan nasi goreng dulu di hotel. Kemudian baru menuju Suto Mak Jannah untuk sarapan ronde kedua, Fururo memesan suto dan aku gado-gado. Aku kemarin kan sudah suto, jadi sekarang gado-gado aja. Enak juga, mirip pecel gitu. Hanya ada sayur dan lontong, tanpa tahu tempe seperti di Jawa. Kerupuk diganti emping. Ntaps jiwa! 

*** 

Aku salah dengar apa kata temanku tentang jalan dari barat ke timur, seingatku dia bilang lewat Kampit itu terdekat. Ternyata bukan gitu maksudnya. Lewat Kampit itu lebih jauh tapi gak mungkin nyasar karena jalannya ga ada belokan sama sekali. Tapi kalau lewat tengah (lewat Badau kalau gak salah) lebih dekat cuma saja ada belok-beloknya, kalau ga paham rutenya bisa nyasar.
Aku dan Fururo menuju ke timur Pulau Belitong lewat Kelapa Kampit. Asli berasa lama banget, dua jam setengah ada kali tuh. Pantat sampai penyok. Tapi kami bersyukur alhamdulillah cuaca cerah.

Jalanan menuju Belitong Timur
Tujuan kami pertama adalah Museum Kata Andrea Hirata. Museum literatur pertama di Indonesia ini dicat warna-warni di seluruh bangunannya, ceria banget! Tiket masuknya Rp50.000,00 per orang. Mahal ya? Kataku sih iya. Tapi kita dapat buku saku loh kalau beli tiket itu. Buku saku ini semacam cuplikan kecil dari novelnya Andrea Hirata gitu. Aku pilih yang 'Ikal dan A Ling', sementara Fururo dapat yang 'Ikal dan Lintang'.

"Kalau aku sih paling suka novelnya Andrea Hirata itu yang Ayah."
"Kenapa, Git?" 
"Lucu aja ceritanya haha sedih juga sih. Yah tahulah gaya nulisnya Andrea Hirata itu gimana."
"Hooooooo~" 
"Eh ya Padang Bulan juga bagus sih!"
Kalau rumahku lantainya dikasih kutipan gitu keren kali ya?
Menurut pandangan mata aku, museum ini dibagi menjadi tujuh bagian secara garis besar. Pertama adalah halaman depan. Ada pohon dengan selendang-selendang digantung hihi mesra abis! Kedua ada rumah dengan beberapa ruangan, itu rumah isinya tentang novel-novel Pak Cik Andrea Hirata dan beberapa buku lain. Novel yang paling mendominasi tentunya adalah tetralogi Laskar Pelangi entah itu kutipan, foto-foto adegan Laskar Pelangi, dan ada juga suatu sudut tentang Laskar Pelangi yang diterjemahkan dalam banyak bahasa di seluruh dunia. Di bagian belakang rumah tersebut ada bagian ketiga yaitu Kupi Kuli, kiranya ini adalah warung kopi. Hanya saja di sebelah museum tuh juga ada namanya Kupi Kuli. Kok bisa ada dua ya? Aku nggak sempat nanya yang jaga karcis sih hihihi jadi gatau juga. 
Tak terperi
Keempat, ada sebuah ruangan yang awalnya kukira musholla  ternyata itu ruang baca saja. Soalnya ada kaki kayu yang biasanya dibuat baca Al-Quran sih hahah. Sepertinja pun kalau mau masuk harus lepas alas kaki. Ruangannya meski terbuka, tapi nggak ada seorang pun yang masuk. Aku juga nggak berani masuk cuma intip-intip dari kaca. Nggak kelihatan tapi ada buku apa aja di sana. Rasanya masih pingin sholat di sana #maksa.

Bagian kelima dari museum adalah halaman belakang, nggak ada buku di sana. Namanya juga halaman, adanya rumput, pohon pisang, dan kamar mandi. Tapi aku suka lihat di halaman itu ada papan warna merah bertuliskan 'Mimbar Puisi Kebun'. Apa coba maksudnya? Jadi boleh gitu kita baca puisi di halaman itu?  Aku merasa magis aja sih sama papan merah itu. Suka! 

Halaman belakang museum kata
Di depan Mimbar Puisi Kebun ada ruang terbuka dengan cat dinding warna putih, bagian keenam dari museum ini. Tidak banyak kata-kata bergantung di sana. Banyaknya lukisan dan lukisan. Aku membayangkan berada di area ini pas malam hari sambil lihatin halaman belakang; entah kenapa. Kayanya seram aja gitu. o_O

Bagian terakhir, yang sama berwarnanya dengan bagian kedua museum, adalah ruang terbuka yang aku nggak amati terlalu apa yang ditempel di dindingnya. Aku udah ga fokus lagi baca-baca haha. Fokusnya sekarang berfoto sama Fururooooooo. Sempat sedikit kubaca tentang batu satam yang membentuk Belitong, kemudian udah ga fokus lagi. Hihihi. Disebut ruangan nggak benar juga ya, karena nggak ada pintu yang menjadikan ruangan ini tertutup. Hall? Nggak besar juga. Apa ya? Yah sebut saja ruang ketujuh. Ruang ketujuh ini sama berwarnanya seperti ruang kedua di museum ini. Di langit-langitnya ada daun pintunya. Di dindingnya pun ada juga daun pintu! Tapi bukan menuju ke ruangan lain melainkan sebagai ornamen saja untuk literatur-literatur yang ditempel di dindingnya. So colorful! Sepertinja aku dan Fururo lama di ruang ketujuh ini, tapi buat berfoto aja heheheh.
Ruang ketujuh
Untuk yang ingin sholat dahulu sebelum lanjut perjalanan bisa loh sholat di masjid depannya museum kata. Masjidnya pas aku ke sana memang sedang diperbaiki, tapinya di belakang ada kok yang aman untuk dipakai.

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke replika SD Muhammadiyah Gantong. Hanya lima menit dari museum kata kita sudah sampai sana. Halaman parkirnya luas, sepi, dikelilingi kios-kios gitu.
Tiket masuk ke replika SD Rp3.000,00 per orang. Loketnya dijaga empat orang, rame banget yah! Setelah melewati loket ada gubuk yang jual jajan-jajan basah gitu. Eh kalau suka batu akik juga ada loh yang jual. 

Aku pikir di replika SD Laskar Pelangi ini hanya ada bangunan sekolah. tetapi ternyata juga ada anak-anak laki-laki yang menari menirukan gerakan yang di film Laskar Pelangi. Gerakan apa yah itu lupa deh -___-" dalam rangka apa juga lupa di filmnya. Pokoknya yang pakai daun-daun sama getah-getah idenya Mahar itu loh! Mereka unjuk kebolehan di halaman replika sekolah, kemudian mengerubungi pengunjung yang mau berfoto bareng. Itu anak-anak rumahnya memang sekitar sini. Mungkin mereka masih SMP gitu lah. 
Replika SD Muhammadiyah Gantong
Di dalam kelas juga ada anak-anak yang lebih kecil, rata-rata SD, yang menyanyikan soundtrack Laskar Pelangi itu loh yang lagunya Nidji itu loh hahaha-_-kaget aku. Aku kira itu diatur sama pengunjung, ternyata maunya mereka sendiri. Aku sempat kenalan dengan dua di antara anak-anak yang menyanyi itu, namanya Alia sama Kayla. Mereka berdua ini masih saudaraan ternyata. Kata Kayla dia setiap sepulang sekolah main ke replika sini; untuk menghibur para pengunjung!

"Woooooo Gile semangat abissss. MANTAP JIWAAAAA!"
"Wkwkwkw."
"Ngomong-ngomong, aku suka banget logat mereka berbicara." 

Siang hari di Belitong Timur lebih panas dibandingkan di Belitong Barat rasanya. Banyak berkeringat sepertinja membuat kami jadi lapar kala itu. Setelah puas berfoto, ngobrol, dan tertawa aku dan Fururo cabidut dengan tujuan berikutnya adalah Rumah Makan Fega di Manggar. Aku nggak ada referensi lain lagi sih tentang rumah makan yang di Belitong Timur, jadi kami mau coba aja di Fega ini.

Aku dan Fururo sampai di RM Fega pukul 15.30. Lapar bangettttt, tapi bukannya disambut makanan enak, malah kami dikasih tahu bahwa Fega udah tutup. Ya ampon! Ini kan masih sore yhaaaaaaaaaaaaaaaaa supaya apa gituuuuu tutup jam segini~ Padahal aku dan Fururo udah dapat posisi yang pe-we banget buat makan. Huft. 
Coba tengok tuh langitnya dermaga
Rumah makan Fega dalam setiap berita yang tertulis di internet dikenal karena ada dermaganya. Jadi sambil makan pemandangannya bukan hanya nasi dan teman makan, melainkan juga sebuah dermaga kecil. Aku awalnya sih memandang B ajah itu dermaga, karena memang gitu doang adanya. Tapi ketika si Fururo mengajakku ke dermaganya situ, aku bisa lihat langit di situ begitu biru. Magis. Permukaan air danau pun memantulkan awan-awan di langit, jadi pemandangan indahnya dobel deh. Serasa beli satu dapat dua~
Meskipun kami nggak makan, tapi kami banyak ambil foto di dermaga. 

Sudah terlalu lapar untuk pilih-pilih tempat makan, maka yang pertama kami lewatin ya itu yang kami hampiri. Kami makan mie ayam bakso di Manggar. Aku makan satu porsi sementara Fururo satu setengah porsi. (-_-") Ini anak lapar apa doyan~

Setelah nurunin perut dan ngobrol, pukul 16.30 aku dan Fururo jalan balik menuju Tanjung Pandan.
Kali ini kami lewat Badau atau dikenal dengan jalan tengah. Sebetulnya hari ini aku menargetkan bisa sampai Tanjung Pandan sebelum sore, kepingin soalnya bisa lihat sunset di Tanjung Pendam sambil baca puisi huhahahaa. Kenyataannya sesore ini masih di jalan.... Tapi eh ternyata garis-garis matahari yang hampir tenggelam bisa kulihat dari jalanan yang kulalui sama Fururo, semburatnya serasa ada di ujung jalan yang kami tuju. Warnanya mulai dari yang oranye sampai ungu. Sementara itu, di samping kanan kami dapat kawan seperjalanan, yaitu bulan purnama! Kemanapun kami berbelok bulannya ngikut. Hihiiiiw asikk banget lihat bulan saat langit masih biru gini.

Dua jam kemudian (lebih cepat bro dari berangkatnya uwow!!), pukul 18.30 kami sampai Meigah Hotel. Parah, pantat makin menipis... 

***
Purnama di Belitong
Di Belitong ini kabarnya hotel yang paling wowski harganya adalah BW Hotel. Dulunya ini hotel milik Aston. BW Hotel terletak di sekitar Tanjung Pendam. Setelah kami ke KFC dan menjadi pengungjung terakhir (jam 10 malam KFC udah tutup, oke sip!), ke arah BW hotellah aku dan Fururo berkendara malam itu. Si Fururo ini kemarin temannya nginep di BW, lalu doi mau lihat aja gitu kaya gimana sih BW hotel itu. 
Di sekitar BW Hotel ternyata banyak juga tempat nginep. Nggak cuma hotel, ada  yang homestay gitu. Saat itu mungkin sudah pukul 10 malam. Agak gelap, tapi Tanjung Pendam ini berasa mirip sama Bali, meskipun sudah sepi. 

Kemudian kami mampir di sebuah cafe yang namanya Cafe Sunset Akaula. Dari luar berasa mau masuk ke Jimbaran hihi. Pas masuk ke dalam ya mirip sih cuma nggak langsung lihat pantai aja. Masih ramai saat itu. Aku dan Fururo pilih tempat yang agak ujung, di jembatan. Banyak ibu-ibu nongkrong di sini wkwkwk. Meskipun masih kenyang mie ayam sore tadi, tapi aku pesan makan soalnya ada Tekwan! Fururo pesan Sate Taichan, temannya Chibi Maruko-chan. Di Akaula ini kami sampai jam 12 kurang dikit, lagi-lagi hampir jadi pengunjung terakhir. Aku kira makannya bakal habis lebih dari seratus ribu rupiah, ternyata cuma Rp65.000,00. Serasa mewah, karena suasananya dan bulat purnama. Cantik.

***

R I N D U
oleh: Andrea Hirata

Cinta benar-benar menyusahkanku

Ketika kita saling memandang saat sembahyang rebut

Malamnya aku tak bisa tidur karena wajahmu tak mau pergi dari kamarku 

Kepalaku pusing sejak saat itu... 

Siapa dirimu? 

Yang berani merusak tidur dan selera makanku? 

Yang membuatku melamun sepanjang waktu? 

Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu! 

Namun ingin kukatakan padamu

Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu 

Karena hanya padamu, aku merasa rindu 


***

P & K
1. Tamma hari ini tripodmu kupakai, makasih berat! :D
2. Sejatinya Belitong Timur adalah kota yang memiliki julukan 'seribu satu warung kopi'. Jadi kalau ke sana sempatkanlah ngopi, agar tahu cita rasa asli kopi Belitong. Aku dan Fururo tapi nggak sempat ngopi di sana :( Lalu gimana ini Frur, balik aja kita demi ngopi di sana?
3. Belitong Timur juga punya pantai yang bagus-bagus, dengan tipikal pantai yang bersih tanpa batuan granit yang besar-besar, adanya pohon pinus gitu. Kalau ada waktu boleh dicoba ke sana. Lagi-lagi aku dan Fururo gak sempat ke sana heuheuheu.
4. Jangan lupa bawa duit lebih kalau ke replika SD Laskar Pelangi, soalnya ada sumbangan seikhlasnya buat yang nonton tarian-yang-aku-lupa-namanya di depan SD itu. OK!
5. Terima kasih berat buat kawan seperjalananku Fururo yang sudah nyetirin motor bolak-balik Barat ke Timur lalu balik Barat lagi... Kasihan aku lihat dirimu sebetulnya, tapi kaunya nggak mau digantiin sih. Untung makanmu banyak.

OUR SECOND DAY!
click to enlarge the photos





































No comments:

Post a Comment