Friday 5 January 2018

Belitong: Gangan Style! (1/3)

Bundaran Satam
Tiket menuju Belitong dari Jakarta di hari biasa sekitar Rp400.000,00-an harganya. Weekend bakal lebih dari itu, long weekend lebih lebih lebihhhhh dari itu. Tapi memang Belitong sangat cocok untuk menghabiskan long weekend, worth it kata orang Inggris.
Aku ke Belitong berangkat tanggal 1 Desember lalu. Sudah dari lama sebetulnya aku kepingin ke sana, cuma belum ada teman barengan. Aku biasanya mengunjungi suatu kota itu kalau ada kawanku di sana, selain nginepnya gratis (hehehehhe maap gengs), juga pastinja lebih aman kalau bersama warga lokal yang kita kenal. Itu juga satu alasannya aku nggak berangkat-berangkat, ga ada temen yang dari sana hahah. Namun demikian kali ini aku ditemani Frury (bisa dipanggil juga Fururo, Doraemon, atau Minion-_-), kawanku semasa kuliah. Bukan anak Belitong, sama sekali bukan. Doi orang Tuban, mukanya lucu loh. 

Jumat, 1 Desember 2017
Aku dan Frury beda waktu keberangkatan. Hari Jumat 1 Desember itu aku dapat tiket pagi pukul 7 sampai di Belitong dari Jakarta, sementara Frury jam setengah 4 baru gas dari Jakarta. Sehingga di Hari Jumat itu aku nggak main jauh-jauh dari Tanjung Pandan karena sorenya harus menjemput Frury ini.

Kebarengan sama aku hari itu banyak banget orang yang pergi ke Belitong dengan paket tur. Saat mendarat mereka berjalan bergerombol, berdua, atau bertigaan gitu. Aku jadi sedih jalan sendirian hahah. Meskipun aku memang kurang nyaman bepergian berkelompok gitu (bertiga udah maksimal) tapi paling tidak kalau ada teman satu bisa ngobrol aja gitu enak. Ah, Fururo~ 

Beginilah dalamnya Meigah Hotel
Kami berdua menginap di Airy Hotel atau Meigah Hotel di Jalan Gatot Subroto. Menuju ke Hotel dari Bandara H. A. S. Hanandjoeddin (TJQ) aku menggunakan motor, aku sewa dari seorang bapak-bapak namanya Pak Anggit yang kontaknya kudapat dari google+. Motornya diantarkan loh ke bandara. Saat berkomunikasi di hari sebelumnya aku dijanjikan motor Vario. Tapi ternyata yang hari itu datang adalah Beat. Hyaaaahhhhhhh sempat kupertanyakan ke bapaknya, kok gak Vario? Kata doi sih Varionya bermasalah gitu. Hemmmm tapi yah sebetulnya aku memang lebih suka Beat sih soalnya Vario gede bingit xixixixi.

Setelah mandi-mandi tanpa ganti baju di Airy Hotel aku langsung cari sarapan. Tujuan pertamaku untuk makan adalah Suto Belitong di Kedai Mak Jannah! Ini suto Mak Janah kabarnya udah terkenal banget seantero turis Belitong. Letaknya ada di Jalan KV Senang di Tanjung Pandan (ruko sekitaran Bundaran Satam). Minumnya, sesuai rekomendasi blog-blog yang aku baca, Jeruk Kunci hangat. Kalau mau yang es juga bisa banget.

Kopi Ake dan Kedai Suto Mak Jannah berdampingan
Menurut aku sutonya emang enak gitu, seger. Kuahnya dari santan tapi tidak terlalu kental. Ada bihunnya, daging tiga biji, lontong atau ketupat gitu, dan melinjo a.k.a. emping. Sepiring suto harganya Rp15.000. Berarti Jeruk Kunci hangatnya Rp7.000,00 karena total yang harus kubayar Rp22.000,00. Aku beli cuma sepiring, kemudian aku menyesal semenit kemudian karena udah lapar lagi. 

Sebetulnya ada cukup banyak yang bisa dikunjungi untuk destinasi yang terdekat dengan kota Tanjung Pandan sendiri. Ada rumah adat, kuil, Pantai Tanjung Pendam, dan Danau Kaolin. Dari semua tujuan tersebut aku paling nggak berminat adalah Danau Kaolin, tapi di situlah aku berada setengah jam kemudian setelah bertolak dari Mak Jannah hahah -__-". Kenapa ya? Gatau juga.

Danau Kaolin
Menuju Danau Kaolin aku lewat jalan yang ke arah bandara, lewat Jalan Sudirman lurus aja. Belok ke kiri lupa di jalan apa karena aku pakai google map hahaha. Setengah jam saja aku sudah sampai di Danau Kaolin. Sudah ada dua mobil dan tiga motor parkir di tepian danau. Tidak dipungut biaya di sini.
Kaolin adalah nama logam yang dulunya ditambang di area danau ini. Saat aktivitas pertambangan sudah berhenti, sisa-sisa aktivitasnya jadilah cekungan ini. Meski kelihatannya woles aja tetapi kedalaman cekungan kurang lebih 8 meter, gitu kata papan pengumuman di sekitar danau. Dalam yah!
Di sekeliling Danau Kaolin diberi pagar yang terbuat dari kayu, membuktikan keseriusan pengelola agar pengunjung tidak dekat-dekat dengan cekungan kaolin. Kalau tidak salah mas pemandu sebelah juga bilang meski warna airnya biru karena pantulan kaolin yang tersisa, tapi kalau tangan kita masukkan tangan kita jadi ada putih-putihnya gitu, seperti timbunan di sekitar cekungan ini gitulah. 

Tidak banyak yang bisa dilakukan di Danau Kaolin. Aku cuma lihat-lihat danau, foto sebentar, melihat situasi jalan sekitarnya, dan menyapa anak SD yang bersepeda. Itu baru jam setengah 11 dan aku sudah kepingin nyari makan lagi hihi. 

Belitong sepertinja adalah pulau spesialis dataran rendah, karena saat aku cari tentang air terjun ketemunya  yang tertinggi itu 15 meter saja ketinggiannya, namanya Niagara Gurok Beraye. Di internet kulihat gambar-gambarnya gak terlalu bagus, tapi karena kurasa masih bisa kudatangi sendirian jadi aku putuskan untuk kesana. Lokasinya ada di Badau.

Di sini sudah bau air terjun sebetulnya!
Setelah jalan lurus aja dari arah bandara sekitar 20 menit, aku berbelok ke kanan sesuai petunjuk google map. Mungkin setelah dua atau satu kilometer dari belokan aku sudah merasa udara menjadi sejuk dan lembab. Tapi nggak ada pertanda tentang air terjun itu. Mau nanya orang, nggak ada orang -_- Jalannya juga sepi banget, hanya aku saja yang lewat. Itu sekitar jam setengah 12 siang, pada jumatan kali ya. Akhirnya kuputuskan balik ke Tanjung Pandan aja deh. Ngeri juga euy.

Tujuanku adalah makan Bakso Ikan Pak Long... tapi kok tutup! Sedih-_-" Lalu aku coba ke RM Pribumi yang katanya spesialis ketam isi, buka sih. Tapi agak gelap gitu -_-" Aku makan sendirian pula. Berasa krik... krik... -_-" Baiklah. Aku coba searching yang lain, dapat namanya RM Sari Laut yang oke banget buat makan gangan. Tapi pas udah sampai di lokasi yang ditunjuk google map.... ga ada dong rumah makannya! 
Menyerah dengan perut yang sudah meronta, kuputuskan aku makan nasi padang aja di dekat lokasi RM Sari Laut.  Jauh-jauh ke Belitong makannya Nasi Padang jua~

Setelah sholat dhuhur di masjid depannya nasi padang aku menuju Bukit Peramun. Lokasinya di Sijuk. Aku rasa setelah dari Peramun jadi lebih dekat menuju ke bandara untuk menjemput Fururo, jadi kuputuskan ke sana saja.

Ada baliho besar sebagai penanda belok ke Peramun di Jalan Sijuk, jadi jangan khawatir salah belok. Meski demikian, yang aku herankan kok ada dataran yang agak tinggi gitu dari Sijuk tapi ga ada nampak tonjolan apapun ya. Biasanya kan dari jauh terlihat siluet bukit gitu. Ini ga ada sama sekali. Heran aku heran~
Batu Kembar
Saat aku turun dari motor orang-orang yang berjaga di Peramun pada herman, kok aku datang sendirian? Kukatakan aku berdua tapi kawanku yang satu belum datang hihi.
Tiket masuk Rp10.000,00. Tiket berupa gelang yang tidak akan rusak meski kena air, selebaran tentang Bukit Peramun, dan bapak pemandu. Si bapak yang menemani aku namanya pak Yudi. Setiap rombongan akan selalu ditemani saat di Peramun ini, karena bukit ini masih alami banget. Pengelola khawatir akan ada pengunjung yang tersesat gitu~ Selain itu untuk menjaga kebersihan Peramun. Meski banyak banget kantong sampah di sepanjang jalur, tetapi namanya manusia pasti deh ada aja alasannya buat buang sampah seenaknya (-_-"). Dengan adanya pak pemandu, mereka akan memberikan contoh ke pengunjung tentang menjaga kebersihan Bukit Peramun ini. Caranya, misal ada pengunjung yang buang plastik sembarangan gitu. Si pak pemandu langsung sigap membuangnya ke tempat sampah yang tersedia, lalu ngasih tahu itu loh ada kantong sampah. Terbukti cara tersebut efektif, Bukit Peramun jadi bersih.
Sampai atas sebersih ini loh Bukit Peramun
Menurut Pak Yudi bukit ini diperuntukkan untuk penelitian, karena di sini jenis-jenis pohon (kayunya) lengkap banget. Untuk mengetahui jenis apanya, tinggal scan saja QR code-nya, nanti akan keluar di ponsel. Sudah banyak anak sekolah dan peneliti dari luar negeri yang melakukan penelitian di Peramun ini.

Di Bukit Peramun juga menyediakan penelitian malam hari, karena di sini ada Tarsius, primata terkecil di dunia. Hewan ini beraktivitas mulai pukul 18.30 sampai 21.00. Pada jam tersebut ketinggian Tarsius hanya 1 meter. Di Bukit Peramun terdapat empat lokasi pengamatan Tarsius.

Bukit Peramun ini semakin menuju puncak semakin besar-besar batunya. Ada kali yang sebesar rumah satu lantai o_O. Selain untuk kegiatan yang serius semacam penelitian, Peramun juga ada titik yang dirancang untuk kehidupan masa kini, apa coba kalau bukan berfoto haha. Ada yang di Batu Kembar, di Puncak Kedua, dan Puncak paling atas. Beberapa ada yang berbayar fotonya. Selain itu juga ada shelter pohon, tapi aku nggak ke sana. Ada satu lagi Goa Batu Granit, tetapi belum dibuka untuk umum. 
Sebetulnya "iri khan"-nya ini bikin malas berfoto -_-" aneh ga sih haha 
Pukul 16.00 aku sudahi perjalanan di Bukit Peramun ini. Karena menurut informasi Fururo pesawat doi mendarat pukul 16.30. Perpisahan dengan Pak Yudi sang pemandu ini yang membingungkan aku. Doi bercerita kalau tiket yang kami bayarkan itu sudah termasuk asuransi untuk kami sendiri, biaya pembuatan tiket, dan sekian rupiah 'saja' untuk para pemandu. Itu kode bukan sih untuk ngasih tip ke pemandu? Aku pingin ngasih tapi bingung memberikannya bagaimana... Udah gitu kulihat ada pengunjung lain yang pulang ya pulang aja gitu, ga ngasih tip. Makanya, ujung-ujungnya aku nggak ngasih  Sebetulnya gimana ya yang benar...

Ketika sampai bandara aku baru baca pesan dari Fururo bahwa pesawat doi ditunda berangkatnya sejam. Huft. Akhirnya aku nungguin di warung kopi Kong Djie yang terdekat di bandara. Kong Djie banyak tersebar di seluruh Tanjung Pandan (sejauh perjalananku hari itu ya...). Di sana aku minum teh tarik dan makan pempek lenjer. Well, mungkin ini pempek sebagai pengganti kekecewaanku saat ke Pak Long tadi siang masih tutup. Meski pempek asalnya dari Palembang, tapi aku rasa asoy juga makannya di Belitong. Hihiiiiiwww tak sabar bertemu Fururooooo!

***

Belitong Timpo Duluk
Malam itu aku dan Fururo kepingin makan di Belitong Timpo Duluk. Ini tempat makan kabarnya menyajikan makanan khas Belitong gitu. Menariknya, suasana dan interiornya itu jadul ala-ala gitulah.

"Lalu apakah kabar itu benar, Gyt?"

Iya benar sih, cuma kami nggak menikmati ataupun mengambil foto. Makan di sana pun nggak juga, karena ramai banget itu tempat makan. Awalnya sih kami dapat tempat duduk. Lalu Fururo pergi mencari menu, soalnya di pojokan itu berasa terabaikan banget, nggak ada yang nawarin menu, nggak ada juga yang menyayangi (lah?). Tetapi Fururo balik dengan tangan kosong. Maksudnya nggak bawa menu gitu. Kata doi, lebih baik kita makan di tempat lain aja. Masalahnya, dia tadi udah minta menu ke mbaknya, menu itu di hadapan mbaknya udah, tapi ya di-skip gitu aja si Fururo. Kata si mbak, "bentar ya mas lagi ramai." Aiiih KZL deh. Oke lah, kami pindah tempat aja kalau begitu!

Cabidut-lah kami kemudian ke Berage! 

Gangan ikan yang Belitong banget
Rumah Makan Berage terletak di Sijuk. Kabarnya di sini tempat yang tepat untuk makan Gangan, yaitu ikan atau daging dengan kuah kuning yang asam gimana gitu. Asamnya berasal dari nanas. Kami sampai di sana pukul 20.30. Kami pesan nasi untuk dua orang (pakai bakul), es teh, air putih, cumi goreng tepung, oseng kangkung, dan gangan ikan.
Ternyata aku merasa ga cocok makan gangan huaha. Mungkin asam nanasnya itu kurang masuk di mulut aku, tapi aku suka banget sama kepala ikan jadi aku habiskan itu gangan. Kalau cumi goreng tepungnya aku suka, kangkungnya juga juara bangett. Sayang sambelnya nggak pedas hihi. Total semuanya Rp127.600,00.
Kami keluar dari Berage sejam kemudian, pukul 21.30. Belum juga pergi dari parkiran, kami nengok ke warungnya udah gelap aja dong. Pegawainya bahkan pamit balik duluan sama kami!
Begitulah di Belitong. Hanya beberapa tempat saja yang buka sampai larut malam. Apalagi rumah makan begini, jam tutupnya bisa jadi jam sembilan malam sebenarnya, cuma nunggu Fururo dan aku makan aja jadinya tutup jam setengah sepuluh. Pantesan tadi makan berasa diawasin sama ibu-ibu pegawainya...
Kong Djie pertama di Belitong Barat
Karena masih jam segini ini, aku dan Fururo belok ke Kong Djie buat ngopi dulu hihi. Kami ke Kong Djie yang (katanya) pertama berdiri di Belitong Barat. Entah di daerah mana, tiba-tiba Frury nyetir nyampe aja. Kami di sana sampai jam setengah dua belas malam, membicarakan banyak hal. Masing-masin minum kopi susu sama makan indomie, yang ini sepiring berdua. -_-" Kurang romantis apa coba. 
Oiya untuk warung kopi sebetulnya di Belitong Barat itu baru-baru ini aja banyak berdiri, aslinya sih kalau warkop banyaknya itu di Belitong Timur. Makanya, sejatinya kalau mau ngopi style Belitong abis (asek) harusnya di Manggar 'Kota 1001 Warung Kopi'.


***

P & K
1. Terima kasih buat Tamma yang sudah meminjamkan tripodnya, hari pertama belum kepakai sih haha.
2. Berkendara di Belitong enak banget, aspalnya gak ada cacat sama sekali. Eh ada deng ya, yang arah Badau. Tapi beberapa titik doang.
3. Jangan khawatir tersesat di Belitong karena papan penunjuknya banyak, kalau pun nggak ada bisa banget nanya orang. Malu bertanya? Pakai GPS! Sinyal di sini oke banget loh.
4. Kalau yang pingin sewa motor di Pak Anggit boleh langsung hubungi nomornya 0817116693
5. Rumah makan di Belitong yang disebut sebagai 'terbaik' di internet mungkin nggak akan sesuai ekspektasi kita, dalam hal suasananya. Maksudnya, nggak yang ramai banget gitu loh. Tapi ternyata rasanya emang enak sih hihi. Jadi jangan ragu untuk masuk dan mencoba yah!

Bala bantuan:
http://www.gosumatra.com/danau-kaolin-danau-kawah-putihnya-bangka-belitung/

FIRST DAY MOMENTS
click to enlarge the photo














No comments:

Post a Comment