Monday 27 March 2017

Berlibur ke Timur: Forget Jakarta (5/5)

#Matarammodeon

Saya dapat penerbangan siang menuju Jakarta dari Lombok, jam 12 siang waktu Indonesia bagian tengah. Perjalanan dari rumah Iik di Mataram ke LIA sekitar setengah jam saja. Oleh karenanya pagi hari kami masih bisa pergi cari oleh-oleh.
Saya suka buah tangan itu kaos dan gantungan kunci. Setahu saya kaos yang banyak dipakai orang kalau dari Lombok itu brand-nya Lombok Exotic kalau nggak Sasaku. Namun menurut Iik kedua tempat itu mahal. Lebih baik ke Pasar Cakra, dengan kualitas yang tidak jauh beda kita bisa dapat kaos yang lebih murah.
Suasana parkiran depan Pasar Cakra 
Saya beli kaos untuk oleh-oleh kedua kawan saya, namanya Aldo dan Adib, yang selalu setia menemani kerja lembur sampai malam. Benar saja kata Iik, meski ini pasar tapi kualitasnya lebih baik malah. Kaosnya tebal, gambarnya juga banyak macam. Satu kaos harganya Rp45.000,00 aja. Kalau yang lebih tipis (macam saringan tahu gitu deh) bisa lebih murah. Selain kaos saya membeli gantungan kunci berbentuk Pulau Lombok seharga Rp10.000,00 isi 4 biji.

"Git dengar Cakra kok saya jadi ingat Cakra Kahn ya?" 
"Hemmmm -________-"

Makanan oleh-oleh dari Lombok yang saya suka banget adalah dodol rumput lautnya. Biasanya yang saya tahu merknya adalah Phoenix. Saya sering makan itu dodol, oleh-oleh dari siapa gitu. Iiih alhamdulillah pagi itu saya beli sendiri dong hihihi asik. FYI saya beli dua bungkus. Niatnya satu untuk saya sendiri dan satunya untuk dibagi dengan teman kosan. Tapi...yah namanya juga doyan. Akhirnya saya makan sendiri itu dodol dua bungkus. Enak banget sih habisnyaaaa.
Banyak varian oleh-oleh di Phoenix
Semua oleh-oleh di Phoenx menarik, tetapi Iik paling merekomendasikan sambal encimnya. Kata Iik yang rasa original pedas banget. Ketika saya coba makan memang enak, harganya pun terjangkau hanya Rp15.000,00 sebotol kecil. Oiya Phoenix yang saya kunjungi ini berada di Jalan A. A. Gde Ngurah, masih di daerah Cakranegara. Telfonnya 0370-6611899/081907924109.

"Tumben infonya lengkap, Git?" 

Selesai dari Phoenix kami sarapan dulu pecel plecing. Iik juga yang merekomendasikan.

Dapur pecel plecing yang baru buka 
"Git di daerah mana itu?"
"Duh mana ya... Tunggu Iik tulis komen di bawah ya. Lupa hahaha" 

Mengingat saya suka pecel dan sangat memuja plecing, maka ke sanalah Iik mengajak saya sarapan pagi itu. sepiring Nasi Pecel harganya Rp10.000,00. Pakai lontong, tahu, dan plecing kangkung. Ennnak bhaanghet thau ngghaakkkkk. Kita juga bisa tambah sayap ayam bakar, satu tusuk gede ada 4 sayap ayam. Saya membaginya dengan Iik, saya makan dua dan Iik makan dua.

Ketika selesai makan di luar warung pecel sudah ada dua teman kerja seangkatan saya yang menunggu. Kebetulan mereka baru balik ke Lombok (kan habis libur panjang hihihi). Senang sekali ketemu mereka di luar jam kerja, perkenalkan namanya Windhu dan Epul.
Enaaaa sumpah enaaaaaa
Saya mendarat di Jakarta tepatnya di Bandar Udara Halim Perdana Kusumah. Rasanya 4 hari saya di Lombok saya lupa sama padatnya sebuah kota bernama Jakarta, karena meski panas dan gerah udaranya sama tetapi jalanannya kecil. Mengingatkan pada kota Malang dan Yogyakarta. Well, liburan tlah usai. Mari kembali ke rutinitas di human zoo. Tetap semangat!
Terima kasih Windhu (kiri) dan Epul (tengah) yang sangat antusias bertemu saya
P & K
1. Belum selesai perjalanan ini, ke Lombok ini. Saya belum ke Tiu Teja, Air Terjun Benang Kelambu, Mangku Sakti, dan air terjun lainnya. Ah ya dan tentu saja gunungnya, saya ingin banget berada di 3762 dari atas permukaan laut: Puncak Gunung Rinjani. Semogaaaaaaa aaaaaaah amiiiiiin.
2. Kalau dipikir-pikir Lombok ini kaya Malang yah. Gunung ada, pantai juga banyak. Saya begitu mengindahkan Lombok sampai lupa sama kota saya, Malang, yang padahal sama indahnya. Yahhhhhh maafkan aku kota Malang, kok saya kudu jauh darimu dulu buat menyadari keindahanmu ya? Ntar kalau lagi balik Malang ke pantainya ah~
3. Kalau ada yang bilang: "Jangan ke Lombok nanti nggak mau pulang." Percayalah itu benar adanya kalau kalian ke sana main-main terus. Kalau kerja beda cerita kali ya? Hahahha.
4. Terima kasih lagi sekali lagi dan dua kali lagi dan entah untuk ke berapa kalinya buat Iik terutama, bapaknya Iik, Mita, Mba Lita, Mas Ben dan Mba Westri. Untuk Epul dan Windhu juga. Terima kasih buat waktunya. Bisakah aku balas kebaikan kalian dengan waktu juga?

#Matarammodeoff

Sunday 26 March 2017

Berlibur ke Timur: Bukit Tunak yang Berpantai (4/5)

Masih #Matarammodeon

Minggu pagi di Mataram, saya dan Iik mengawali hari dengan sarapan di CFD alias car free day. Kebetulan keluar gang dari rumah Iik sudah ketemu CFD. Kami pilih bakul nasi pecel yang juga berjualan lontong sayur. Saya pilih nasi pecel sedangkan Iik lontong sayur. Enak sih, tapi begitu bayar kami kaget mampus, Masalahnya seporsi harganya Rp20.000,00! Man, ini kan Mataram bukan Jakarta, kudunya ngga segini juga kali iyeeeeBerhubung udah dimakan apa boleh buat kudu bayar deh.
Car free day di Udayana Mataram 
Sebelum saya berangkat ke Mataram saya sempat melihat di Instagram-nya Kompas kalau ada suatu tempat di Lombok Selatan sana yang bagus banget. Pantai, tapi mencapainya nggak gampang. Saat di sana pun ada bukit yang bisa didaki. Gila ini sih wisata yang saya dambakan banget!

Pecel yang ngga akan kulupa karena harganya -_-"
Kali ini saya dan Iik masih akan pergi dengan pasangan suami istri favorit saya, Mba Westri dan Mas Ben. Kami gas dari bakul pecel ke rumah mereka sekitar pukul 08.45 WITA. Tapi yah sepertinja kami mengganggu rutinitas mereka di hari Minggu, yaitu bersih-bersih rumah, jadi kami nunggu dulu. Panas banget waktu itu, saya tertidur di kursi belakang rumah Mba Westri. Pas bangun dahi saya berkeringat karena gerah~ Enak banget tapi tidurnya, mimpi apa gitu...
Sebuah perjalanan
Kami mulai jalan pukul 10.03 WITA. Cuaca cerah sekali, kami yakin bakal ga ada acara kehujanan kali ini. Seperti di hari pertama di Lombok, saya kembali melewati jalur selatan yang berpantai. Melewati Kuta, tetapi tidak lewat jalur ke arah Pantai Seger (kurang paham juga sama jalannya, yang jelas kalau Seger belok ke Tunak lurus gitu kata Mas Ben).

Ternyata kawasan Pantai Tunak berada di kawasan Perhutani. Masuknya dari gerbang bayar senilai Rp5.000,00. Dari gerbang sampai dengan pantai ditempuh dalam waktu 45 menit kurang lebih. Kita bakal menerabas jalanan di tengah hutan semak. Jalannya sih sudah dibukakan untuk ukuran dua kendaraan. Kami sempat berpapasan dengan polisi hutan yang berpatroli.

Bersiap bertemu Pantai Tunak <3 
Dalam jarak 50 meter saya bisa mendengar suara ombak yang meradang. Well, Pantai Tunak masih relatif sepi soalnya. Pengunjungnya masih didominasi orang lokal Lombok, kami bertemu hanya empat orang bule saat itu. Saya suka banget sama pantainya Tunak ini, khususnya dengan lambaian ombaknya. Sama sukanya dengan ombak Pantainya Bukit Merese. Kalau saya ibaratkan seperti dua anak perempuan terbaik di suatu kelas Matematika, ombak Pantai Bukit Merese itu yang anaknya manis banget wajahnya. Kelakuannya kalem, lemah lembut, tatapannya lebih banyak berbicara. Kalau ombak Pantai Tunak ini seperti anak perempuan yang selalu bersemangat. Dia suka menyeret temannya, sekedar untuk bersenda gurau di waktu istirahat. Pembawaannya selalu ceria, humoris juga iya.

Pantai yang panjang
Saya belum pernah terseret ombak sebelumnya, di Pantai Tunak inilah perdana saya terseret ombak. Ternyata seru sekali rasanya! Meski keseretnya ke arah pantai ya. Saat itu saya dan iik bermain-main di pinggir pantai, maksudnya mengejar tepian ombak. Saat iik menjauh untuk menemui Mba Westri, saya masih bermain mengejar ombak ala-ala. Ternyata ombak yang datang berikutnya cukup besar untuk melempar saya. Hahahah! Saya bersama beberapa pengunjung pantai Tunak yang juga terlempar megap-megap terbawa gelombang...kemudian kami tertawa di pantai saat ombak surut kembali ke arah laut. Hahahahahayyyyyy. Beberapa mempertanyakan tentang kamera saya, kemudian saya jelaskan bahwa ini kamera memang bisa kena air jadi woles aja, boi.

Bangkit dan bahagia setelah terseret ombak hihihi
Saya nggak bawa ganti baju, karena saya pikir di sini pantainya B ajah. Saya dan Iik pun niatnya ke bukitnya, bukan main di pantainya. Namun ternyata begini keadaannya, pantainya menarik bangeudh! Yasudah akhirnya di sisa perjalanan saya tetap pakai celana dan kaos yang basah ini hiihihihi. Meski matahari panas sekali, ternyata tidak lantas membuat kaos saya kering seketika.

Mau mendaki lewat kanan atau kiri terserah aja
Dengan motor kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Tunak yang sudah kelihatan di depan mata. Motor bisa diparkirkan di atas sana; sebelum mendaki bukit. Sama seperti di pantainya, pengunjung masih didominasi warga pribumi Lombok.

Mendaki bukit ini bisa lewat kiri yang lebih teduh karena menerabas semak-semak pendek, atau lewat kanan yang ngga terlindung apapun tapi bisa sambil lihatin Pantai Tunak. Semburat warnanya dari pantai ke laut membuat saya memilih berpanas-panasan mendaki, sambil berharap kaos dan celana saya kering kena sinar matahari. Tujuan kami mendaki ini untuk mencapai tower. Kami sampai benar di tower pukul 12.59 WITA. Saya nggak paham fungsi sebenarnya tower ini apaan. Mungkinkah semacam mercusuar gitu? Bisa jadi sih. Tapi kenapa bentukannya nggak seperti mercusuar yang di film-film gitu yah? Tower di sini pakai rangka siku gitu aja. Tingginya ada kali 30 meter.
Pantai Tunak dipandang dari bukitnya 
Saya kepingin tapi nggak terlalu buat manjatin itu tower. Karat-karat di rangkanya itu yg bikin nggak kepingin, juga nggak ada pengamannya untuk naik. Sepertinja juga saya bakal keder di tengah-tengah jalan, habisnya kan ngeri ya kalau lihat ke bawah. HAHAHAH. Tapi pemandangan yang saya bayangkan pengen banget saya adu dengan pemandangan yang sebenarnya. Lebih indahkah?
Saya, Mas Ben, dan Mba Westri menikmati laut dari daratan saja, sambil membicarakan pantai-pantai di selatan Lombok ini. Sementara Mas Ben dan Mba Westri sempat mengambil foto berdua, saya pura-pura makan biskuit aja, padahal mupeng, sambil berkenalan dengan beberapa pengunjung yang ternyata mahasiswa Unram.

"Kapan dong Gita bisa foto berdua sama Waze-nya sambil lihatin ketinggian bareng?"
"Yah... saya juga bertanya-tanya..."
Us
Mba Westri sebagai warga asli Lombok pun bercerita kalau di Tunak ini mau dibangun konservasi kupu-kupu. Nunjuknya sih di area dekat pantai tadi. Well, sebagai bentuk perbaikan Tunak saya rasa cocok juga sih kalau memang dibangunnya di dekat pantai itu. Tapi semoga pantainya tetap natural seperti yang saat ini.
Tower Berkarat
Di sekitar tower ada karang yang begitu tinggi, terpisah mungkin 10 meter dari tanjung. Air laut di sekitarnya begitu tenang, tidak seperti di Pantai Tunak yang mengajak kita bercanda lepassss. Saya berangan-angan kalau saya bisa berenang, pasti keren banget bisa berenang di Tunak sini... Laut mana saja akan saya kunjungi, karena di dalam air saya bisa melihat kehidupan saya yang kedua.

Meski belum merasa cukup, kami memutuskan untuk pulang selagi cuaca masih bagus. Untuk jalur turun kami memilih jalur kanan yaitu melewati semak. Biar lain aja sih pemandangannya, hihi.

***

Malam terakhir di Kota Mataram saya menemani Iik makan di warung lalapan di daerah Cakranegara. Saya nggak ikutan makan, hanya menemani Iik. Tapi saya surprise melihat ada menu plecing kangkung di sini, mungkin ini semacam sayuran yang ada di mana-mana-nya Lombok gitu ya? Habisnya kemarin di warung sate aja ada... Juga ada beberuk, akhirnya saya melihat wujud beberuk yeay! Iik membayar Rp27.000 untuk makanannya malam itu.

Selesai makan lalapan Iik mengajak makan di Tahu Tek Surabaya. Aneh memang, jauh ke Lombok makannya makanan Surabaya. Tapi kata Iik rasanya malah nggak Surabaya sama sekali, lebih enak di sini. Tapi yang lebih aneh Iik kuat juga ya habis makan lalapan langsung tancap tahu tek. Hahhaha salut Iiiikkkkk! 
Tahu Tek Surabaya yang dibeli di Mataram
Seporsi tahu tek Rp10.000,00. Saya memesan satu porsi, menemani Iik yang makan lagi. Emang enak sih ternyata, parah! Bumbu kacangnya manis tapi ga terlalu gitu, ga kerasa juga tekstur kacangnya. Lembut banget soalnya ulegannya. Rasanya kepingin nambah lagi. Tapi saya tahan, karena nambah bakal menodai kenangan saya tentang enaknya tahu tek ini, pasti saya bakal kekenyangan karena nuruti nafsu. Enak yang saya cecap di awal bakal hilang dari ingatan, yang ada cuma kenyang dan cukup.
Keren parah nama PT-nya Narmada Awet Muda dong
Di Lombok ini saya sulit menemukan air putih selain merek Narmada. Bahkan Aqua yang biasanya eksis di mana-mana kalah sama merk lokal Lombok punya ini. Saya suka minum air dan saya suka yang lokal-lokal. Tahu tek malam ini sempurna ditutup dengan air Narmada. Hihihi.

Pantai Tunak menjadi destinasi wisata penutup yang indah untuk perjalanan saya kali ini. Semoga bukit, laut, dan pantainya akan tetap menjadi dirinya sendiri sampai kapanpun. 

P & K 
1. Kalau niat main di Pantai Tunak kalau saya pikir-pikir nggak perlu bawa baju ya, karena ngga ada juga tempat gantinya. Jadi basah ya basah aja hihih.
2. Rangka-rangka tower semoga diperhatikan lebih. Di media sosial tower ini sering tersorot menjadi tempat utama sehingga ketika turis ke sana tujuan utamanya kebanyakan ya tower ini. Jika memang dijadikan icon Tunak, sebaiknya buat naiknya diberi pengaman, rangkanya diperbaiki, dan sebagainya.
3. Kalau ga mau gosong ya pakai sunblock SPF 50 ya sobat! Mayan panas sih~
4. Terima kasih sekali lagi buat waktunya kepada Iik-chan, Mba Westri, dan Mas Ben yang sudah memberikan waktunya untuk menemani saya jalan-jalan. Cuma bisa balas dengan terima kasih, hiks... hiks...
5. Bawa turun sampahmu wahai pengunjung! Please... Tapi saya menemukan fakta menarik tentang sampah ini. Bahwasanya... Ternyata... yang bikin sampah kelacaran di mana-mana itu ya penduduk lokal sendiri. Mereka yang rumahnya deket, yang ke Tunak pakaiannya nyantai banget cuma pake kolor doang. Jadi waktu di parkiran saya sempat godain anak kecil gitu, saya tawarin jajan. Berhubung doi doyan, saya kasihkan aja semua sebungkus. Ketika sisa satu biji doang EH SAMA BAPAKNYA BUNGKUSNYA DIBUKA TERUS DIBUANG DONG DI PARKIRAN. SHOCK SHOCK SHOCK! Ketika mereka berlalu saya pungut deh tuh sampah. Astaghfirullah... Jangan ditiru ya kawan-kawan,
6. Butuh skill buat mengendarai motor di Tunak ini dari pantai ke bukitnya, karena pasir pantai gitu jalanan yang kita lewatin. Jadi siapkan kesabaran, fisik, dan mental yah. Hihihi.


OUR MOMENTS AT TUNAK!
direct your cursor to see the caption or click to enlarge the photo