Wednesday 31 July 2019

Coto Makassar di Malang

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 

Saat kuliah dulu, aku pernah diajak kawanku (asal dia dari Toli-Toli) untuk makan di warung masakan Makassar. Letaknya di Galunggung (Daeng Rudi). Aku makan coto untuk pertama kalinya, menurutku rasanya super wow enak banget! Sejak itu, aku berjanji kalau lagi ada uang banyak aku bakal pakai buat foya-foya makan ke sana hahahah karena pas kuliah kan sangunya ya segitu-itunya.
Tampak depan warungnya (tapi rada miring haha)
Tapi berbagai kesibukan membuat aku lupa untuk foya-foya makan di sana. Bertahun-tahun nggak sobo makanan Makassar, akhirnya kemarin sore ada rejeki makan coto lagi hihi aziqqq. Kali ini bersama ibuku. Tapi nggak yang di Galunggung. Aku baca-baca di Twitter katanya ada yang lebih enak yaitu di Jalan Widodaren no. 9! 

FYI, emak aku kalau ditanya mau makan apa jawabnya selalu TERSERAH, yaudah aku kasih ide makan coto ini aja ke sana. Eh ternyata doi senang-seneng ajah!
Gambar-gambar menu di dinding sebelah kiri
Meskipun lokasinya cukup masuk-masuk, tapi ramai juga loh tempatnya! Aku juga punya berita bagus untuk kalian yang nggak suka bayar parkir, di sini bebas parkir! Asal masih sepanjang Jalan Widodaren no.9 yhaaa.

Harga seporsi Coto Makassar daging Rp20.000,00, kalau yang campur jerohan (usus, paru, dan sepertinja ada babat juga) Rp18.000,00. Aku pilih yang campur dan ibuku yang daging. Selain itu ada juga pallu basa, mie kering, sop saudara. Kenapa kupilih yang campur jeroan, karena makan daging doang terlalu mudah! Jeroan diciptakan biar gre666et! Mwahahahha.
Harga tersebut belum sama lontong atau buras (ketupat) ya. Per bijinya Rp2000,00. Nggak perlu pesan berapa lontong atau buras yang mau kamu makan, kita ambil sendiri di meja, sudah disediakan. Ntar tinggal lapor aja sudah ambil berapa. Ceritanya kaya kantin kedjoedjoeran gitu yha.
Fotonya burem jelek banget ya Allah -_-'
Untuk minumannya ada sirup, es buah, es pisang ijo, es palu butung, dan jus-jus gitu. Tentu saja aku pesan pisang ijo hahaha aku suka banget sama pisang ijo (tanpa es). Harga pisang ijo Rp10.000,00.

Semua orang bilang di Widodaren ini jauh lebih enak dibanding yang di Galunggung, malah beberapa teman aku bilangnya yang di Galunggung nggak banget! Sejujurnya aku lupa banget yang di Galunggung apa ya separah itu, karena kok dulu aku makan ya oke-oke ajah. Tapi ya yang di Widodaren ini emang enak. 
Aku juga suka lihat bakul kasirnya pasang bendera-bendera negara dan ikan koi gitu. Berasa di luar negeri hahaha tapi pertanyaannya ko nggak dipasang ya bendera merah putihnya? 
Pisang ijo tanpa es
Oh iya, tapi di sini kayanya nggak menyediakan gogos dan jalangkote. Kalau di Galunggung ada tuh. Gogos itu macam lemper tapi isinya bukan ayam tapi tuna, nah jalangkote itu pastel.

Recommended-lah kalau yang mau makan makanan Makassar ke sini. Gaaaas!
Bayarnya di situ, guys!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 

Monday 24 June 2019

Alergi Kentes

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 

"Git Kentes itu apa?"
"Alergi Kentes itu nama band punk hahah habisnya kalau dengar alergi ingatnya Alergi Kentes ajah!"

Bagaimana seandainya kalian tiba-tiba dilarang keras untuk melakukan hobi kalian?
Misal sukanya renang, tiba-tiba dilarang kena air. 
Atau yang suka makan tiba-tiba dilarang makan!
JENG JENG!

Aku mengalaminya kemarin dong, saudara-saudari. 

Entah dalam setahun atau dua tahun terakhir aku mengalami iritasi. Awalnya di jari-jari tangan. Jari-jariku awalnya berasa kering gitu, lama-lama pecah-pecah. Ada di satu jari yang sampai berdarah gitu. Saat itu aku masih kerja di Jakarta. Kubawa ke dokter kulit di JMC. Berdasarkan dua dokter yang kutanya aku mengalami iritasi akibat kulit tanganku nggak tawar dengan bahan kimia misal sabun cuci dan sabun mandi. Untuk sabun mandi yang awalnya pakai Lifebuoy disuruh ganti sabun bayi atau Dove (dua sabun ini mengandung moisturizer lebih banyak dibanding sabun biasa).
Ini jariku ya bukan jarinya Thanos ya
"Selain itu aku juga disuruh berhenti berkontak dengan sabun cuci, piring maupun pakaian." 
"Lah lalu gimana, Git, kalau nyuci-nyuci begitu?"
"Disuruh kasih ke pembantu. Tapi terus kubilang, pak bu dokter saya ini anak kos...."
"Hahahah. Jadi?"
"Pakai sarung tangan pas nyucinya." 


Dokter juga memberi salep dan lotion untuk memulihkan iritasi tersebut. Cuma kok setelah berapa hari aku melakukan saran dokter tanganku masih aja kaya gitu. Sampai akhirnya aku pindah kerja ke kota yang membasarkanku, Malang. Di kota ini aku kembali bertanya ke dokter kulit, jawabannya sih sama. Salepnya sih mirip teksturnya, juga lotionnya. Tapi alhamdulillah di dokter ini tanganku membaik. Meski bentuknya nggak kembali semula, tapi sudah nggak pecah-pecah lagi. 

"Apa maksud nggak kembali semula itu, Git?"
"Jari tanganku nggak ada sidik jarinya masa!"

"Laaah?"
"Iyaaa jadi pas cap jempol bikin paspor kemarin ya nggak kecetak apa-apa di tempat sidik jarinya hahaha sedihlah." 

Beberapa bulan setelah kesembuhan jariku, ada masalah lain yang kuhadapi. Kali ini di jempol kaki kiri dan telunjuk tangan kanan. Khususnya yang telunjuk tangan kanan itu suka gatal di saat-saat tertentu. Kadang pas malam hari. Aku nggak terlalu memperhatikan kapan gatalnya datang. Pernah pas jam 2 malam gatal, bikin kebangun haha. Kadang ya sore-sore aja. Kadang kugaruk biar puas lalu timbullah tonjolan-tonjolan kecil, kadang kuoles minyak zaitun saja biar nggak kugaruk.
Jari telunjuk yang suka kegatelan (ini pas lagi nggak gatal)
Soalnya ya gitu kan, gatal kalau digaruk tuh enaaaa tapi makin gatal. Numani nek jare wong jowo!

Sekian bulan aku kegatalan, akhirnya aku bawa ke dokter kulit karena tidak tahan. Dokter menilai ini aku kena eksim apa gitu deh. Nah tapi doi juga baru tahu kalau sidik jariku ini kok udah nggak nampak lagi. Lalu kesimpulannya: aku punya alergi.

"What? Alergi apa, Giiit?"

Dokter pun nggak tahu alergi apa. Aku disuruh tes lengkap tentang alergi di laboratorium (dokternya kasih rujukan ke SIMA Lab). Sebagai pasien yang baik dan polos aku mah ngikut aja disuruh  tes lengkap gitu haha. Mahal sih, tapi yaudahlah kan pingin sembuh ya.

"Emang berapa duit, Git?"
"Harga dalam rupiah nih ya: 2,2 juta dapet kembalian dikit."
"Haaaaaaaaaa!" 
"Yeah, dan hasil lab cuma dua lembar kertas A4 80 gram bertuliskan penyakitku. Wkwkwkwk." 

Hasil tes kuperoleh sebelum lebaran. Cukup mengejutkan hasilnya, karena ternyata aku alerginya banyak! Sebetulnya prosentasenya masih kecil cuma kalau dihantam terus menerus ya jadinya makin-makinlah alergi itu. Kata dokternya sih gitu yaaaa. Beberapa yang harus kuhindari berdasarkan hasil tes itu adalah:
1. Susu kambing
2. Ayam
3. Daging sapi
4. Udang
5. Makanan dan sari laut
6. Strawberry
7. Nanas
8. Kacang kedelai
9. Gluten (banyak terdapat di tepung terigu dan tepung gandum)
10. Coklat
11. Debu rumah.

"Lah jadi yang boleh apa, Giiit, kok banyak gitu?"
"Ikan air tawar, telor, bebek, daging kambing, kacang, debu halaman rumah, dan kucing kata dokternya boleh. Eh tapi kepiting boleh masa. Dokternyat pun bingung hahah."

Hasil lab memang agak random gitu ya yang dites. Masa ada debu rumah, kecoa, bermain dengan kucing, endesbre endesbre.... Makanya setelah keluar hasil tes yang mahal itu aku masih kudu balik ke dokter untuk menerjemahkan maksudnya.
Semua prosentasenya masih di angka rendah, yang terbesar adalah gluten dan debu rumah.

Kali ini dokter nggak memberi salep buatku, aku hanya diminta menghindari yang harus kuhindari agar tanganku kembali normal.
Hasil tes alergi laboratorium
Dan begitulah kehidupanku setelah tahu hasil tes. Kalau makan di rumah aku cuma bisa nasi sama telor. Ya namanya masakan rumahan ya, nggak pernah sih ibuku masak kambing (kecuali idul adha), bebek, maupun rajungan/kepiting. Aku hanya bisa lihatin orang tua aku makan bakwan udang, ikan pindang, dan makanan laut lainnya Untung sambal masih boleh, bisa pingsan ya udah makan ga pakai kecap sambal pun tak boleh hwahahhaa.

Cuma ya, beberapa hari kemudian kan ketemu lebaran. Aku yang setiap tahun selalu mudik ke lamongan dan menggila makan ikan laut di sana, tentu saja jadi pendiam. Pendiam dalam artian nggak banyak makan dan ngemil. Secara di sana yang disajikan adalah ikan laut dan kue lebaran (hampir semua pastinja mengandung tepung wkwkkw). Sedih. Tapi aku coba aja demi sembuh. 

Sudah tujuh hari lebih aku cuma makan yang dibolehin aja. Tapi nggak banyak perubahan di tangan dan jempol kakiku. Memang sudah nggak gatal, tapi kok masih begini ya kulitnya? Apa perlu waktu lama ya untuk kembalinya? Kemudian datanglah saudara jauh (dia kalau manggil bapakku Mbah haha). Aku cerita kenapa kok aku kaya diam-diam aja di depan kue lebaran padahal biasanya semua aja disikat.
Lalu dia menyarankan daripada menghindari makanan-makanan itu dan menyedihkan (karena aku ditawarin apa geleng-geleng terus hahah) mending coba pakai salep namanya Dermovate. Doi pengalaman anaknya dulu katanya gatal-gatal juga, dikasih Dermovate ini lukanya kering dan gak gatal lagi sampai sekarang.
Tapi salep yang kudu asli Arab, karena ada yang buatan Indonesia pernah dicoba kaya nggak ngaruh gitu dipakai. Malam itu juga aku diantar beli Dermovate di Embong Arab (nama daerah yang emang banyak orang arabnya gitu hahah).
Hahah masih ada harganya dong 
Sejak besoknya hingga hari ini aku masih aktif memakai Dermovate sambil nggak lagi menghindari makanan-makanan yang katanya membuatku alergi. Gatalku hilang, dan kulitku berangsur-angsur membaik. Tapi masih ada bekas pecah-pecah kulitnya (yang di jempol kaki). Aku senang bisa makan apa-apa lagi. Tapi aku masih menanti-nanti apakah Dermovate bisa mengembalikan kulit gatalku ini menjadi seperti semula atau bisanya sampai segini-ini aja.

Apakah ada yang pernah pakai Dermovate? Share ya di kolom komenter. Terima kasih. 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 

Saturday 27 April 2019

Terbius Wattpad!

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

Belakangan ini aku sedang kecanduan baca Wattpad (WP). Awalnya karena aku dikirimin cerita bersambung (cerbung) sama ibuku, doi dapat dari temannya arisan. Karena temannya ibuku lama gitu kirimin bab terbarunya, iseng aku coba deh cari di Google. Eh dapat doooong ceritanya di Wattpad! Hwahahah. Yaudah aku baca aja terusannya di Wattpad.
Tapi ternyata di WP itupun ceritanya juga nggak lengkap semua ditulis, lompat-lompat. Usut punya usut ternyata cerbung itu sudah dibukukan. Sengaja gitu dibuat lompat-lompat babnya jadi orang bacanya penasaran lalu beli bukunya deh. Judul cerbung yang kubaca itu adalah: Menikah dengan Setan

Aku kira ceritanya bakal horor tapi ternyata nggak sama sekali malah penuh air mata! Aku nggak akan ceritakan sinopsisnya, coba dibaca saja di sini: Menikah dengan Setan oleh Isrina Sumia

Nah sejak itulah aku jadi coba baca-baca cerita lain di WP. Aku direkomendasikan oleh temanku yang judulnya: Progresnya Berapa Persen? Cerbung ini ditulis oleh Soraya Nasution. Nama akunnya WP-nya Levitt1806. Sepertinja dia ini suka sama Joseph Gordon Levitt makanya nama akunnya kaya gitu kwkwkw.

Setelah membaca MDS yang menguras air mata lalu baca cerita Soraya Nasution ini berasa kejungkir, karena bawaannya meseeeem terus dan gemessssss.  Ceritanya ucul banget, dalam hati berasa nyahutin "Ciyeeee", kalau ga "Sa aeeeee!"
Progresnya Berapa Persen? bercerita tentang April, karyawan sebuah konsultan pembangunan (bidang Teknik Sipil gitu deh) di Jakarta. April dan empat kawannya berada di bawah Manajer Teknik yang bernama Dewangga Bayuzena. Pak Dewangga, atau mereka suka singkat jadi Pakde, adalah manusia pintar, lumayan ganteng, nggak banyak omong, usia 33 tahun, dan (setahu mereka) hanya punya lima kemeja. Tiga di antaranya berwarna hitam, abu-abu, dan putih. Di hari Kamis Pakde akan memakai satu di antara warna tersebut, nah April dan kawan-kawannya itu di Rabunya akan bertaruh warna apa yang akan dipakai Kamis besok.

Nggak seru ya kalau tahu dari sini, mending baca aja lanjutannya langsung ya di sini: Progresnya Berapa Persen? oleh Soraya Nasution 

Anyway, aku nggak tahu kenapa membayangkan sosok Pakde ini adalah dosen aku di kampus dulu, namanya Pak Alwafi Pujirahardjo. Beliau dosen bangunan-bangunan air gitu. Pembawaannya juga mirip si Pakde ini masalahnya, pendiam dan pintar gitu. Duh jadi kangen (lah?)

Sampai saat ini Progresnya Berapa Persen? masih sampai Bab 30 dan udah tiga mingguan penulisnya nggak kunjung menerbitkan bab terbaru. Sungguh aku tuh sampai harus cari cerita lain biar move on dari kisah si April ini. Kalau engga gitu, tiap senggang dikit aku pasti baca-baca ulang ceritanya saking senengnya sama cerbung ini! Parah, candu banget.

Aku kan juga dulu kuliah Teknik Sipil ya jadinya baca cerbung ini tuh berasa seneng aja dengar istilah-istilah Sipil. Kata ganti orang pertama pun masih ada dipakai aku-kamu bahkan saya-kamu, nggak semuanya gue-lo meskipun latarnya di ambil di Jakarta.

"Sumpah deh kalau ada cerita yang sudut pandangnya orang pertama tapi pakainya gua gue gitu males banget, berasa kapitalis gitu!"
"Hah apa deh, Git..."


Karakter maupun latar setiap pemainnya pun nggak yang bermewah-mewah seperti cerita-cerita lain. Kadang kan ada yang tokoh utamanya itu anaknya konglomerat, rumahnya gede kaya lapangan bola, sakit perut doang ke KL. Lakinya yang suka sama dia hidupnya ya gitu, 11/12 sama dia. Yah... Aku percaya sih yang gitu beneran ada cuma kok kayak jauh kali sama kehidupan yang kujalani jadi berasa fiksi banget gitu hihi. 

Aku yang ngga cocok sama cerbung ini hanya judulnya aja. Ya kalau masih di WP gini yaudah bebas deh tapi harapanku kalau misal nantinya cerita ini jadi novel judulnya diganti aja dong bisa ga yaaaa.

Semoga Progresnya Berapa Persen? segera terbit bab terbarunya. Asli kangen beraaat sama April dan Pakde. 

***

Saturday 9 March 2019

Time for make up!

Kali ini aku pingin cerita kesenanganku dengan alat make up. Sama aja yah sebenarnya kaya perempuan lain. :D Aku suka mewarnai dan coret-coret wajahku; meski cuma di bibir saja. Cialeah di bibir sajaaaa! 

Aku merasa jadi manusia paling telat puber sedunia. Ketika teman-teman SMA-ku kala itu sudah pakai lip gloss di acara sekolah (bukan jam pelajaran ya), aku belum. Saat kuliah ada yang pakai bedak ke kampus, aku juga belum. Setelah lulus, saatnya bekerja keras. Ketika itu ada temanku lagi ngabarin "kita lagi belanja make up, Git!" dengan gaji sendiri tentunya, aku pun belum tertarik ikutan.

Sekitar usia 25 hingga 26 tahun, mulai ramai undangan nikah dari teman-teman seangkatanku. Aku yang merasa mukaku hitam ini ingin hadir ke kondangan dengan wajah cerah kayak di iklan-iklan gitu. Bukan ingin jadi perhatian bukan, tapi ya kalau aku lihat ada perempuan yang dandan gitu bagus aja sih, yang soft gitu. Segar lihatnya. Tapi aku nggak bisa dandan, itu majalah eh masalahnya. Jangankan mau dandan jadi cantik, pernah pakai bedak aja ke kantor dikatain mulu ga rata. Ga pede jadinya...

Suatu waktu ada undangan nikah lagi. Aku mencoba untuk minta temanku dandanin aku. Pas kulihat di kaca, aku merasa kaya bukan aku yang berkaca. Rasanya seperti orang lain.
Temanku itu nggak mau dibayar atas jasa make up yang dia lukiskan, sebagai gantinya aku traktir aja dia makan pasta di Nanny's Pavillion. Total makan di sana sekitar Rp300.000,00.

"Kupikir-pikir, meskipun aku nggak pede dengan riasan begini tapi setidaknya aku kelihatan lebih niat kalau ke nikahan pakai make up. Tapi masa tiap ke nikahan keluar uang 300 ribu ya? Kalau sebulan 3x acara, 900ribu sendiri buat make up, gituuu? Nooo!"
Alat-alat make up-ku sampai saat ini (mohon maaf ini fotografernya amatir jadi tangannya pun kefoto hahaah) 
Sejak itulah aku coba lengkapi alat-alat me'ap aku mulai dari bedak sampai blush on. Memang belum lengkap banget tapi masuk kategori 'cukup' gitu hihi. Dengan dandan sendiri terus terang aku lebih pede pas lagi ngaca, karena yang kupasang di wajahku aku yang atur kadarnya. Jadi nampak pas gitu bagiku.
Aku jadi suka banget dandan sekarang! Aku rasa ini emang fitrah perempuan haha. Tapi tetap aja aku cuma akan dandan pas acara nikahan, sehari-hari insya Allah nggak akan dah. Bagian terfavorit adalah mata, pas pakai eyeshadow dan eyeliner. Meskipun belum mahir tapi aku suka aja gitu gelapin mata aku hihi. Iyaaa aku suka banget mata yang smokey gitu.
Disebabkan aku suka main-main di mata jadi kuas yang kulengkapi untuk daerah mata
Bulan ini juga aku melengkapi kuas-kuasku khusus daerah mata. Sebetulnya untuk mata kita bisa saja pakai tangan ya, tapi karena mataku iritasi jadi aku coba mantapkan pakai kuas aja gitu.

"Git ada nggak seseorang yang menjadi kiblat me'ap kamu?"
"Ada doooong siapa lagi kalau bukan si Suhaylah Salim hwahahaha." 



***

P & K
Tidak setiap hari alat make up kupakai (kecuali gincu dan sunblock ya). Jadi dapat diperkirakan alat-alat tersebut suatu hari akan kadaluarsa padahal kondisi masih banyak. Jadi aku melabeli alat-alatku dengan tanggal best before-nya biar aku ingat, biar aku nggak pakai setelah itu alat udah bapuk. Ya masa iritasi cuma gara-gara eyeliner kadaluarsa yakaaaan, ga keren banget.

Monday 28 January 2019

Tumpak Sewu: Kering di Musim Basah

Aku nggak pernah bikin bucketlist tempat mana yang ingin kukunjungi, tapi kayanya ada banyak tempat yang aku pingin kunjungi. Sejak kecil aku hidup di Malang, tapi justru banyak tempat di sini yang belum sempat aku kunjungi karena aku kuperAlhamdulillah, salah satu keinginanku kemarin aku sudah bisa kunjungi. Tempat itu adalah Air Terjun Tumpak Sewu atau Coban Sewu. Aku ke sana dengan teman-teman kuliahku. Yeaaayyyy kusuka air terjoooonnn!
Sarapan Nasi Lecep dulu biar semangkaaa semangat kakaaa!
Tumpak Sewu terletak di  Lumajang, Kabupaten Malang. Well ya, perjalanan ini menyadarkan aku bahwa Kabupaten Malang itu luassssss banget ya. 80 km lebih dan aku masih di Kabupaten Malang, gila gila gila. Ini gila. Sangat gendeng.

Kami sempat berhenti dulu untuk sarapan nasi pecel Mbok Djo di Dampit. Kami sampai di parkiran Tumpak Sewu setelah menempuh sekitar 2 jam 45 menit perjalanan dari Pakis (meeting point). Sepanjang jalan menuju Tumpak Sewu aku bisa melihat Mahameru, berpindah kadang di kiri kadang di kanan jalan. Aneh banget melihat puncak itu, karena aku pernah berada di sana. Seperti jauhhhh banget tapi aku pernah mencapainya. Terharu...
Tujuan kami sudah dekat karena Semeru kian nampak
Ada tiga gang masuk ke Tumpak Sewu, kami lewat gang yang ada lambang PDAM Tirta Dharma. Jalan gang itu nggak cukup untuk papasan dua mobil, jadi mesti gantian antara yang mau masuk dan keluar. Nggak jauh dari gang ada banner penyambut bahwa kita sudah sampai di jalan masuk Tumpak Sewu.

Tiket masuk per orang Rp10.000,00. Air terjun itu letaknya di bawah, sehingga untuk mencapainya kita harus turun banyak sekali tangga. Tapi ada terasnya kok, kalau ada yang hanya ingin lihat Tumpak Sewu dari atas saja.
Masya Allah, udah keren ketambahan ada pelangi pula!
Jalur untuk turun seharusnya juga ada tiga ya, karena tadi kan gang untuk masuk ada tiga. Tapi aku hanya tahu dua. Pertama curam tapi cepat sekitar 30 sampai 45 menit, ini lewat jalur masuk yang kami pakai. Kedua lebih lama tapi nggak gitu curam karena jalurnya bertangga-tangga, waktu tempuh 1,5 sampai 2 jam lewat jalur Gua Tetes. Aku dan keempat temanku turun pakai jalur yang pertama.
Oh iya, awalnya beberapa temanku sempat ragu untuk turun karena ada peringatan bahwa tiket yang kami pegang hanya bisa dipertanggung jawabkan sampai teras saja. Jadi kalau misal kita turun ya pengelola nggak bertanggung jawab kalau ada apa-apa.
Tangga kaya gini nggak cuman satu loh di jalur turun ke dasar air terjun :D
Yah sebagaimana di semua wisata alam (aku tahunya ya pas ke Semeru ya), pasti peringatannya kaya gitu ya. Jadi yaudah aja kembali ke pengunjung masing-masing. Lalu dari kami bersepuluh lima orang memutuskan untuk turun, sisanya di parkiran aja karena alasan kesehatan.

Jalur turun yang kami pilih emang beneran curam banget, karena tangganya pun macam tangga monyet gitu yang tegak sekali tetapi tanpa kurungan pengaman. Tapi memang waktu tempuh jadi lebih singkat, mengingat sepertinja dasar Tumpak Sewu itu dalam juga kalau dilihat dari teras tadi. Ngasih tahu aja, siap-siap kaki gemetar ya lewat sini hahahahaha. Dulunya tangga ini bambu, sekarang udah jadi besi gini. Lebih meyakinkan lah yha~

Meski musim hujan, tetapi siang itu tidak semua tirai Tumpak Sewu deras mengucurkan air. Padahal katanya di sini setiap jam 1 siang hujan. Ketika sudah sampai di depannya langsung, Tumpak Sewu seakan melebar. Merentangkan kedua tangan saja tidak cukup untuk memeluknya. Kita cuma manusia kecil di depan Tumpak Sewu (apalagi di alam semesta). Masya Allah. 
Nggak bisa banget atur ISO kamera hahaha jadi gini deh warna fotonya
Perjalanan balik ke parkiran atas kami tempuh dari jalur lain, kami lewat jalannya Gua Tetes. Kami berlima diharuskan bayar lagi per orang Rp10.000,00. Untuk jalur ini pemandangannya lebih indah karena kita akan melewati beberapa coban sekitar sepanjang 150 meter, kudu hati-hati jangan sampai tersesat karena penunjuk jalannya masih jarang. Kemudian sehabis coban jalurnya jadi tangga-tangga capek sepanjang 450 meter kurang lebih (info jarak ini didapat dari pak penjaga tiket).

Perjalanan lewat jalur ini membuat kita lebih basah dan ngos-ngosan. Karena memang beneran lewat alur-alur air dan tangganya kan banyak.
Ketika sampai di atas kami bukan sampai di parkiran tempat kami masuk ya, kami munculnya di pintu masuk Gua Tetes. Untungnya teman-teman kami tadi menjemput langsung tanpa ditelfon (trims gengssss!). Kalau enggak kami naik ojek dulu sampai parkiran tempat kami masuk. Ongkosnya di luar tiket.
Kalau pulang lewat jalur Gua Tetes kita akan lewat beberapa kali air terjun yang segar kaya gini loh
Setiap air terjun memiliki keindahan masing-masing. Tumpak Sewu seperti tirai raksasa, melingkar menghiasi tebing agar tidak melulu warna hijau dan gelap yang ada di sana. Dia juga cantik karena mencapai dasarnya nggak-semudah-itu. Bonus buat kami, kemarin lihat pelangi di dasar air terjun. Keren abiiiis! Masya Allah. Mau kaya gini lagi dong Ya Allah~
Horeee sampai di pintu masuk Gua Tetes 


***

P & K 
1. Aku ga jago foto sama sekali jadi mohon maaf kalau foto-foto di blog ini jelek semua bhahaha.
2. Jarang-jarang aku pergi berbanyak gini ;D Terima kasih ya kawan-kawan.
3. Guys selalu ya, bawa baju ganti ya kalau ke air terjun. Ya kecuali kalian emang suka basah, kaya kalau makan mie pangsit gitu.
4. Hindari pakai sandal jepit kalau ke sini.
5. Ada warung kok di bawah, misal mau beli apa gitu.
6. Jangan lupa menikmati karena sibuk dokumentasi.
7. Trims berat buat Helen, Apri, Riris, Ganes, Doni, Mas Kiki, Surya, Yoga, dan Billy yang sudah menemani dengan sabar dan nungguin aku hihi.
8. Terima kasih buat Allah juga yang sudah menciptakan air terjun Tumpak Sewu. Gile, ide dari mana Ya Allah bisa keren kaya gitu? Maha Nyeni ya Allah ini, The One and only.

COBAN SEWU (TUMPAK SEWU WATERFALL)
(click to enlarge the photo or direct your cursor to see the title)