Thursday 1 November 2018

Surakarta for the first time (1/2)

27 Oktober 2018
Ini adalah kali pertama aku ke Solo alias Surakarta. Aku sangat bersemangat! Biarpun kata orang 'Solo nggak ada apa-apanya, Git' bodo amat ahahah.

"Ko bisa Git kamu semangka banget ke Solo?"
"Karena dulu tahun 2014 aku pernah mau jalan ke Solo, aku mau nginep temen aku yang kuliah di UNS sana. Ealah tahunya pas H-1 dan hari H keberangkatan dia nggak bisa dihubungi. Aku pas itu nggak berani masih sendirian kemana-mana haha. Asli patah hati. Kubatalin deh semua tiket pulang-pergi. Makanya kupikir yang sekarang ini pasti Allah ganti perjalananku yang dulu itu. Alhamdulillah. Gas bro!"

Sebetulnya perjalanan kali ini bukan untuk main-main doang ya, Minggu tanggal 28 Oktobernya itu teman aku nikah. Aku ke Solo untuk menghadiri undangan tersebut. Ya sambil-sambil yang lain juga haha.
Uwooo senang sekali akhirnya turun Solo Balapan
Aku berangkat dari Malang Jumat malam naik kereta api Malioboro Ekspres ekonomi seharga Rp175.000,00. Kereta sampai di Stasiun Solo Balapan pukul 02.44 WIB Sabtu pagi. Aku dijemput becak sama teman hidup aku (ciyee) yang namanya Frury, menuju hotel Front One Cabin Solo. Aku nggak bisa tidur di kereta tadi, jadi pas nyentuh kasur hotel ini rasanya udah melayang-layang hahah. 

Front One Cabin Solo
Aku pilih kelas yang paling bawah untuk hotel tempatku menginap ini, kelas bisnis. Harga permalamnya Rp150.000,00 tetapi aku pesan di tiket.com jadi tinggal Rp103.500,00 saja huahahaha murah kaaan! Hotel ini dibangun di sebuah ruko, makanya bisa murah, kiranya demikian. Murah adalah sesuatu yang positif. Tapi hotel di ruko adalah negatif. 
Semua lobi hotelnya meriah kaya gini dindingnya
"Kok bisa, Git?"
"Karena bangunannya dirancang hanya untuk ruko, bukan hotel. Nggak detail dan sebagainya. Khawatir kalau pas ada gempa, goyang dikit ambrol gitu -_-."

Sesungguhnya aku pun cuma mikirin gimana biar dapet hotel murah banget, aku sadar sih itu hotel sepertinja ruko. Tapi nggak kepikiran sampai sana .Tapi alhamdulillah dua malam nginep sana amaaan. Lokasi dekat banget sama Stasiun Solo Balapan, bersih, sarapan oke (nasi kotak dengan porsi nggak banyak-banyak banget), pelayanan pun ramah. Aku cuma nggak sukanya kamar mandinya aja kali ya haha. Ukurannya memanjang. Arah shower terpasang melintang. Yah aku bayar murah nggak berharap dapet kamar mandi keren juga si. 

Selat Solo dan Sop Matahari
Pagi itu kami sarapan selat dan sop matahari di Vien's. Oleh seorang temanku yang anak Solo dia merekomendasikan dua tempat untuk makan selat, yaitu Selat Mbak Lies dan Selat Vien's. Rasanya sama enaknya. Untuk tempatnya jelas Mbak Lies lebih unik, tetapi harga lebih murah Vien's makanya aku pilih Vien's hihi.
Selat solo daging cincang yang segar-segar enak 
Aku dan Frury pesan selat daging cacah dan sop matahari untuk makannya. Minumnya air putih hangat dan es teh. Aku kira aku bakal nggak suka dengan selat solo, karena yang kubayangkan adalah kuah manis gitu. Realitanya, ya emang manis. Tapi segar. Untuk sop mataharinya seger juga rasanya, tapi banyak wortelnya jadi aku zzzz gitu mau makannya -__-' untung ada telor dadar dan daging isiannya, jadi masih bisa kumakan! Total yang harus dibayar Rp25.500,00. 
Mungkin dinamakan sop matahari karena telor dadar itu mekar dan warnanya menyerupai bunga matahari, gitu bukan?

Museum Keraton 
Kenyang makan selat, kami naik go-car ke Museum Keraton atau Museum Kasunanan Hadiningrat. Entah berapa jauh, tapi kalau harga go-car-nya sekitar Rp12.000,00. HTM ke museum ini Rp10.000,00 per orang. Dibuka pukul 9 pagi, jam 2 atau 3 sore gitu sudah tutup. Cepet ya -_-" 
Kami kebarengan sama anak-anak sekolah dan ibu-ibu klub senam saat masuk ke museum ini haha. Ramai dan panas pagi itu. Bangunannya sendiri tidak terlalu luas. Denahnya berbentuk huruf U dengan di tengahnya ada pepohonan.  
Museum ini memajang segala barang yang dipakai Solo dahulu kala mulai dari dandang untuk masak nasi, baju adat Surakarta, wayang, sampai kereta kencana ada di sini. Semua barangnya asli. Beberapa masih dikasih sesajen di hari tertentu.
Patung tiruan monster laut yang diberi sesajen
Tapi sayangnya kaca-kaca tempat pajangannya kurang terawat. ada juga beberapa barang yang nggak ada keterangannya. Adanya tulisan 'Dont Touch' doang hahaha. Yah meski kalaupun ada aku nggak bakal baca semuanya tetapi kalau-kalau aku ingin tahu ini benda apa kan aku nggak perlu nanya guide, yang belum tentu kutemukan di dekat sana. Guide di sini seperti juga guide di tempat lain, memandu kelompok-kelompok tertentu.
Benda yang paling menyita perhatianku dan Frury adalah tandu untuk membawa putri kerajaan dan peti-peti untuk membawa benda pusaka. Masalahnya itu tandu terbuat dari kayu asli yang pastinja berat banget, padahal kosongan. Ga paham gimana beratnya kalau ketambahan orang. Meskipun digotong oleh empat orang minimal tetapi tetap saja beraaaaaat, gaes, itu. Aku bersyukur banget deh jaman sekarang orang-orang kerajaan udah nggak naik tandu ginian lagi, tetapi mobil mewah (hahah!). Kezian bangettt sama yang gotong. :( Bisa turun berok itu.
Macam-macam tandu
Sebetulnya kita bisa berkunjung ke keratonnya juga. Tetapi saat aku ke sana itu keraton lagi ditutup karena ada konflik internal, macam perebutan kekuasaan gitu deh kata salah satu guide di sana.

Tengkleng Klewer Bu Edi dan Masjid Agung
Museum keraton dekat sekali dengan Pasar Klewer. Jalan kaki 7 menit nyampe! Pasar Klewer terkenal murah untuk kulakan, tetapi harus bisa nawar kalau beli satuan. Di sini juga dikenal banyak copetnya (kata pak guide museum sih gitu...), nyopetnya berkelompok gitu deh. Tiga ibu-ibu bagian ambil barang, tiga laki-laki alias suaminya yang mepet korban. Mungkin mereka kemudian estafet bawa copetannya. Aku yang pernah kecopetan sungguh berhati-hati bawa tas aku di Klewer, nggak lagi deh dompet hilang.
Bu Edi nggak puas dari jual tengkleng doang beliau lalu melebarkan sayap dengan jual Toyota
Aku mengajak Frury ke sini sebetulnya untuk makan tengkleng, masakan kambing pakai kuah kuning gitu. katanya sih ada tengkleng enak di pintu depannya namanya Tengkleng Klewer Bu Edi. Kalau mau makan situ kudu ambil nomor antrian sebelum pesan. Gila ga tuh! Hahha. Pas aku ke sana belum ada orang, nomor antrian pun belum bisa diambil. Kata masnya 11.30 baru ada nomor, yaudah aku muter-muter Pasar Klewer dulu ya. Pas adzan kami sholat dulu di Masjid Agung. Ini masjid sebelahan sama Pasar Klewer.
Pintu depan Masjid Agung
Balik lagi ke tengkleng udah rame orang huahahaha. Pas aku minta nomor antrian eeeeeh sama masnya disimpenin yang nomor 1, baik kali masnyaaa. Alhamdulillah.
Seporsi tengkleng dihargai Rp30.000,00 untuk yang biasa dan Rp50.000,00 untuk yang komplit. Aku pesan yang komplit dua porsi, lauknya aku dapat kaki, daging, mata, dan uritan sebetulnya tapi aku nggak mau hahah.
Nasi tengkleng komplit
Soal rasa, seharusnya sih enak ya kayanya karena emua orang bilang enak kecuali aku dan Frury. Buatku tengkleng ini rasanya terlalu ringan, kurang berat dan masuk bumbunya haha. Sepertinja aku masih paling suka sop kaki betawi untuk olahan kambing.

Kampung Batik Kauman
Kami naik becak Rp10.000,00 dari Tengkleng Bu Edi ke Kampung Batik Kauman. Kirain jauh ya, ternyata super dekat itu mah jalan juga jadi. Pak Becaknya dikasih Rp5000,00 gak mau yaudah kutambahin lagi Rp5000,00 haha mungkin karena aku dan Frury berat. Sebetulnya kami berencana ke Laweyan buat cari batik tapi kok berasa jauh gitu loh ke sana... yaudah karena Kauman dilihat kok lebih dekat kami putuskan ke sini saja. Sejatinya aku agak menyesal ke Kauman ini karena di hari kedua aku di Solo kudengar dari orang-orang Solo kalau batik bagusan ke Laweyan. Yaaaah!
Salah satu sudut kampungnya
Di kampung batik ini semua rumah seakan memproduksi batik. Ada yang tokonya udah gede ada yang masih sederhana. Untuk batik kombinasi atau murni tulis, satu rumah produksi tidak akan sama dengan yang lain.

Pasar Triwindu 
Berdasarkan google map Pasar Triwindu cukup dekat dengan Kampung Batik Kauman. Bagi yang suka jalan ya deket sih, kalau mau naik becak ok juga mungkin 10 menit nyampe. Pasar Triwindu terletak di daerah Ngarsopuro. Pasar ini buka pukul 9 dan tutup pukul 4 hingga 5 sore. Saat kami datang, mungkin saat itu sudah pukul 4 sore, beberapa sudah menutup tokonya.
Si bapak dan ibu ini beneran beli tidak seperti aku dan Frury yang foto-foto doang #sobatmisqin
Pasar ini menjual barang-barang antik. Mulai dari lampu gantung, hiasan dinding, radio jadul, sampai mesin ketik ada loh di sini hihi. Tidak hanya barang lawas, tapi hiasan uniknya juga keren-keren. Ada lampu gantung yang terbuat daru bakul nasi yang diwarnain, ada juga nampan yang dilukis. Aku pingin beli tapi karena ongkos terbatas jadi ya cuma bisa lihat aja dan foto-foto.
Sumprit aku pengen banget punya baki lukis ini :(
Ini juga salah, ternyata ada tulisan dilarang foto kalau nggak beli, tapi akunya nggak lihat huahahaha jadilah dimarahin sama ibu penjualnya. Padahal kami belum puterin semua area Pasar Triwindu ini.

Wedhangan Pendopo
Sepertinja kalau di Yogyakarta bilangnya angkringan tapi kalau di Solo ini wedhangan. Kalau ada yang jual sate macam-macam, jajan-jajan, nasi, gorengan, dan minumnya teh hangat, jeruk hangat, jahe hangat gitu-gitu aja nah itu maksudnya wedhangan ini.
Kalau boleh kubeli semuanya
Setelah maghrib kami makan ke Wedhangan Pendopo, yang mana adalah sebuah cafe namun menunya wedhangan. Lokasinya dekat banget sama Paragon Mall. Alamatnya Jalan Srigading I no. 7. Sempat kukira salah jalan tapi nyatanya bener sih karena masuk gang gitu, sekitar gang itu pun sepi. Kami datang sekitar pukul 18.15 jadi masih sepi dan lengkap menunya.
Penampakan interior Wedhangan Pendopo di sudut yang cukup terang
Aku pesan tahu bakso, sate paru, jaddah isi coklat, nasi teri, dan air putih. Banyak banget pilihannya sampai bingung haha padahal sebenernya pingin ambil semua. Jangan khawatir makanannya dingin karena kalau kita pesan nanti akan dihangatkan lagi. Enak semua yang kumakan. Total yang harus dibayar Frury di sini adalah Rp52.500,00. Sepertinja dibilang mahal ya mungkin sih lebih mahal dari wedhangan di pinggir jalan lainnya. Tapi di sini suasananya tentu lebih tenang, nggak ada orang ngamen lewat-lewat, dan interiornya penuh barang antik seperti halnya Pasar Triwindu. Ada juga juga foto-foto Bapak Joko Widodo dan Ibu Iriana terpajang di dinding cafe, entah saat berkunjung ke sini atau saat bertemu si pemilik cafe.
Difoto bukannya pasang gaya malah ngelus-ngelus jempolnya sendiri
Meski penuh barang kuno tetapi nggak ada bau apak di cafe ini. Barang-barangnya pun tidak terjamah debu. Pingin kasih tepuk tangan kenceng banget buat perencana cafenya ini! Sebetulnya aku betah di sini, hanya saja penerangannya terlalu redup. Padahal tepat di atasku ada lampu tergantung, tetapi nggak nyalah entah kenapa. Secara keseluruhan, skala 1 sampai 5 aku kasih nilai 4,5. 

Pasar Malam Ngarsopuro
Di depan Pasar Triwindu kalau malam ada pasar malam, karena lokasinya di Ngarsopuro jadilah namanya Pasar Malam Ngarsopuro. Dibuka mulai pukul 18.00 sampai dengan 22.00, Pasar Malam Ngarsopuro ini hanya ada saat weekend, dengan tenda-tenda di sepanjang Jalan Diponegoro. Meski bernama pasar malam tapi nggak ada bianglala atau tong setan di sini, murni pasar doang.
Berjalan di antara tenda-tenda Pasar Malam Ngasrsopuro
Lapaknya ada banyak macam mulai dari dompet kerajinan tangan, gantungan kunci, makanan-makanan solo, dan pakaian juga ada. Sebetulnya masih pingin jajan sih ya cuman kok makan mulu sih haha ga bisa giniiii jangaaaan stop makan. Jadi ya di sini emang cuman jalan-jalan doang.


***

"Git, jadi apa yang kamu simpulkan tentang cuaca Solo hari ini?"
"Solo panas udaranyaaa. Oh sempat hujan di Kauman tadi tapi bentar buanget. Selanjutnya tetap hot."

"Git, kalau kotanya?"
"Seperti kota-kota kecil dan sederhana lainnya, nyaman buat ditempati. Bangunan-bangunannya pun masih banyak yang jadul, jadi dia tetap mempertahankan cirinya. Aku akan sangat senang kalau bisa tinggal di sini."

"Git orang-orangnya gimana enak nggak?"
"Iyaaa bangeeet haha ya ketemu sih yang nggak enak tapi dikiiit. Sejatinya orang Indonesia ramah-ramah sih memang. :)"


"Harus berbahasa Jawa Git disana?"
"Well, kukira demikian. Ternyata pas aku bicara Jawa halus malah selalu dibalas pakai Bahasa Indonesia. Agak bingung juga sih..." 


***

P & K
1. Mohon maaf fotonya jelek-jelek hahah gatau nih susah bener fokusnya -__-" 
2. Trims berat Frury yang sudah menemani seharin itu, maaf ya kau jadi makan kambing di Tengkleng Bu Edi haahhaa. 
3. "Apa yang kita ikhlaskan pergi, akan kembali lagi ke kita," someone said. Aku sedih dulu nggak jadi ke Solo eee ternyata kemarin itu bisa nyampe Solo. Alhamdulillah seneng banget, diganti sama Allah ternyata.   Thank you Allah. 

***

MOMENTS IN SOLO WITH FRURY - DAY 1 
(click to enlarge the photo or direct your cursor to see the title)


 

No comments:

Post a Comment